Hai! Itu lelaki yang menjatuhkan istrinya dari balkon! Aku berjalan menyusuri jalan berdebu. Menusuk di keramaian jantung kota yang berdengung memekakkan telinga. Deretan toko mencibir dengan
Matahari kian renta. Menyisakan aura jingga yang makin tak kentara di ujung-ujung langit. Ratusan jalak berarakan menuju arah Rimbang Baling, sebuah kawasan yang entah masih pantas disebut
Oooo. Lailahaillallah, Muhammad Rasulullah Datang dan kumbali pado Allah Semuo diserahkan pado Allah Belum sampai ke akhir, nandung itu sudah terhenti. Pendek sekali. Tidak seperti malam
LELAKI itu datang lagi. Persis seperti subuh-subuh sebelumnya. Menunggangi bebek tua dengan rompi kulit buaya. Saban hari ia mengunjungiku di simpang tiga ini. Ia selalu datang dengan percaya
Hari belum terlalu petang. Puan menggesa langkah menuju rumah. Terik matahari yang tak mau mengalah memaksa Puan segera berlabuh di rumah. Beruntung, jarak sekolah dengan rumahnya tidaklah jauh.
Sepuluh jam. Tak terasa sudah hampir seharian aku di kota ini. Menembus keramaian. Berpindah dari satu bangunan ke bangunan lain. Menyodor-nyodorkan sketsa wajah yang kulukis sendiri pada sesiapa
Sesakk…. Udara tipis berwarna putih itu masuk perlahan. Dari sela pintu. Jendela retak. Tarikan napas satu-satu membakar tenggorokan. Mata perih berair tak tertahan.