Adopsi Hutan, Seni Menjaga Alam dengan Cinta
|
Chico Mendez : Jangan terlalu banyak diambil. Jika terlalu dalam, curupira akan marah.
Tavora : Siapa?
Chico Mendez : Manusia cebol hutan. Kakinya terbalik hingga tak bisa dilacak.
Tavora : Kau pernah melihatnya?
Chico Mendez : Melihat curupira. Tidak. Kau hanya melihatnya kalau mengambil terlalu banyak dari alam. Lalu ia akan menyuruh hutan untuk menelanmu. Dan kau akan menghilang.
***
Dialog singkat antara seorang anak bernama lengkap Francisco Alves Mendes Filho dengan Euclides Fernando Tavora, bekas perwira Angkatan Darat Brazil yang lari ke pedalaman hutan Amazon menjadi pembuka yang menggetarkan dari film The Burning Season. Berlatar belakang hutan alam Amazon, Mendez kecil sesungguhnya tengah mentransfer pengetahuan pada dunia tentang filosofi bernama kearifan lokal; menjaga hutan dengan cinta.
Bagi Mendez, hutan bukan hanya untuk dieksploitasi. Hutan juga tempat tinggalnya berbagai makhluk hidup. Hutan menjadi penyeimbang kehidupan sehingga harus terus dijaga dan dilestarikan. Jangan mengambil terlalu banyak dari hutan!
Di kalangan aktivis dan pegiat lingkungan, nama Chico Mendez tentu sudah tak asing lagi. Terlahir dan besar sebagai penyadap karet, saat dewasa, ia telah membuka mata dunia akan arti hutan bagi kehidupan. Ia menggerakan perlawanan tanpa kekerasan untuk menghentikan deforestasi. Ia juga menjadi pelopor dalam perjuangan masyarakat di sekitar hutan atas untuk mendapatkan hak atas pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hutan. Sebuah perjuangan yang harus ia tebus dengan nyawa.
***
Di Indonesia sendiri, gerakan pelestarian dan penyelamatan hutan seperti yang digaungkan Chico Mendez sesungguhnya bukanlah hal baru. Sejak dulu, dari generasi ke generasi, masyarakat yang tinggal di sekitar hutan di berbagai daerah telah mewariskan turun temurun arti penting menjaga keseimbangan hutan dan alam.
Hutan bukan hanya untuk dieksploitasi tetapi juga untuk dijaga dan dilestarikan. Bahkan, ada sebuah keyakinan yang tumbuh di masyarakat bahwa hutan bukan hanya milik manusia tetapi menjadi kekayaan bagi semua makhluk.
Saya ingat, saat masih kecil, Amak dan Abak –-sebutan untuk ibu dan ayah di Sumatera Barat– selalu mengingatkan akan pentingnya menjaga keseimbangan alam. Saat kami sedang membersihkan lahan untuk dijadikan kebun, Amak akan mewanti-wanti untuk tidak menebang jenis tanaman tua dan kayu-kayuan. Kami juga diingatkan bahwa hutan bukan saja ada untuk manusia tetapi juga untuk binatang dan juga makhluk lainnya.
“Hati-hati manabang kayu gadang, jan manabang kayu nan ka tumbuah, supayo inyiak bunian indak berang.”
(Hati-hati menebang kayu besar. Jangan menebang kayu yang akan tumbuh, agar “inyiak bunian” tidak marah,”
Begitu pesan Amak pada kami. Inyiak bunian merupakan makhluk yang dipercaya masyarakat Minangkabau sebagai penunggu dan penjaga Gunung Marapi (Gunung tertinggi di Sumatera Barat).
Setelah besar, saya makin mengerti bahwa kearifan lokal yang diajarkan Amak pada kami adalah bagian dari upaya untuk menjaga kelestarian alam. Saat berkesempatan berkunjung ke beberapa wilayah masyarakat hutan seperti masyarakat Sakai di Kabupaten Siak, dan Masyarakat Petalangan di Kabupaten Pelalawan, Riau, saya menemukan kearifan yang hampir sama. Sejak dahulu, secara turun temurun masyarakat meyakini nilai agar setiap generasi terus menjaga kelestarian alam.
Masyarakat Petalangan di Kabupaten Pelalawan, Riau, misalnya, menjaga kelestarian alam dengan memberlakukan empat lapis tanah ulayat berdasarkan penggunaannya. Lapis pertama merupakan areal tanah yang biasa digunakan untuk berkebun dan berladang tanaman muda seperti sayuran dan buah-buahan. Lapis kedua dimanfaatkan untuk berladang tanaman tua seperti karet, pinang dan pohon buah.
Lapis ketiga merupakan hutan cadangan yang berisi tumbuhan tua seperti pokok sialang yang menjadi rumah lebah madu, aneka pohon buah tua seperti jengkol, durian, dan tanaman rotan. Sedangkan lapis keempat merupakan rimbo gano yang merupakan areal hutan larangan. Masyarakat tidak diperkenankan mengambil apapun hasil hutan dari rimbo gano atau rimba raya.
Tak hanya di Sumatera, di berbagai daerah lain di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke masyarakat setempat juga punya cara masing-masing dalam menjaga hutan. Saat mengikuti Live Streaming Perayaan Hari Hutan Indonesia pada tanggal 7 Agustus 2020 melalui website harihutan.id lalu hati saya makin terbuka tentang besarnya harapan masyarakat hutan Indonesia untuk menjaga kelestarian alam.
Ya! Pelestarian hutan bukan saja menjadi domain mereka yang tinggal di pegunungan. Masyarakat yang tinggal di hutan rawa gambut pun menyimpan asa yang sama dalam menjaga kelestarian alam.
Di Sentani, Papua, masyarakat yang tinggal di rawa gambut di sekitar Danau Sentani percaya bahwa kelestarian hutan sagu merupakan hal yang harus mereka pelihara. Naftali Elle, Kepala Suku Kampung Abar yang ada di pinggir Danau Sentani mengatakan masyarakat sangat menentang alih fungsi hutan rawa gambut yang banyak ditumbuhi tanaman sagu menjadi lahan sawit.
“Anggapan bahwa lahan gambut itu lahan yang tidak produktif, itu anggapan yang salah. Gambut itu, hutan sagu di pinggiran danau, itu kan sumber penyerapan air, dan jadi sumber sandang, pangan dan papan masyarakat,”
Naftali Elle, Kepala Suku Kampung Abar Sentani, Papua
Kekayaan hutan Indonesia memang tak terbilang banyaknya. Hutan menjadi penyangga kehidupan masyarakat sejak zaman dulu. Tak hanya bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, masyarakat kota pun tak bisa lepas keberadaan hutan Indonesia.
Selain kaya hasil alam yang berguna untuk berbagai keperluan, hutan juga menjadi penyumbang oksigen terbesar. Hutan menjadi rumah bagi jutaan makhluk hidup. Tanpa hutan, manusia tidak hanya akan kekurangan oksigen tetapi juga kekurangan sumber penyerapan air tanah untuk dikonsumsi.
Hal yang tak kalah penting, hutan menjadi penyelamat manusia dari ancaman bencana seperti banjir dan tanah longsor. Coba bayangkan bagaimana kalau hutan itu semakin lama semakin berkurang dan mungkin suatu saat nanti hilang? Yang pasti bumi akan kehilangan keseimbangan.
Kita tentu tak mau peristiwa banjir bandang pada awal tahun 2020 seperti yang terjadi di Jakarta, Papua, Sulawesi Selatan, NTT, yang disebut-sebut terjadi akibat tingginya laju deforestasi kembali terulang. Kenyataannya dari waktu ke waktu pembukaan areal hutan tak pernah berhenti. Menurunnya tutupan areal hutan ini berakibat langsung dengan meningkatnya suhu bumi.
Saya jadi teringat dengan pernyataan yang disampaikan Direktur Eksekutif Kemitraan, La Ode M Syarif dalam webinar peringatan Hari Hutan Indonesia lalu. Menurut dia, kondisi hutan dunia khususnya Indonesia kini sudah pada tahap mengkhawatirkan. Meski mengakui saat ini laju deforestasi sudah menurun namun ia mengatakan bila tak segera diselamatkan hutan Indonesia bisa saja hilang di kemudian hari.
Menurut data yang disampaikan WRI- organisasi nirlaba yang fokus pada penyelamatan lingkungan– kerusakan hutan dunia sekarang sudah sangat kritis. Meski begitu, kita punya waktu yang sangat sedikit untuk bisa mengembalikan keseimbangan alam. Perlu 12 tahun untuk menurunkan suhu bumi menjadi 1,5 celcius. Tidak ada kata terlambat kalau kita mulai bergerak bersama, dari sekarang.
Menjaga Hutan dengan Cinta
Yup. Menjaga dan melestarikan hutan Indonesia memang menjadi tanggung jawab bersama. Pemerintah, korporasi dan dunia usaha, serta masyarakat perlu bahu membahu. Pertanyaannya adalah apa yang bisa kita lakukan untuk menjaga dan melestarikan hutan?
Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk turut bersama dalam melestarikan dan menjaga hutan yang ada. Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, bisa berhenti melakukan penebangan hutan secara serampangan. Mulai memanfaatkan hutan sebagai sumber ekonomi tanpa harus menebang kayu yang sudah ada.
Bagaimana dengan masyarakat yang tinggal di kota? Berada jauh dari hutan, bukan berarti tak bisa ikut menjaga dan melestarikan hutan. Kita bisa memulai dari hal sederhana, seperti melakukan hal berikut:
1. Bijak menggunakan produk berbahan alam
Menggunakan produk yang berasal dari olahan hutan dengan bijak juga bisa membantu turut menjaga bumi. Misalnya, hemat memakai tisu dan kertas. Bila kita hemat maka permintaan akan kertas dan tisu di pasar tidak akan meningkat sehingga perusahaan tak perlu melakukan perluasan dan pembukaan areal hutan untuk jadi lahan hutan tanaman industri.
2. Mencintai Hutan dan alam
Sesekali meluangkan waktu untuk pergi menjelajah ke hutan akan meningkatkan kecintaan kita kepada hutan. Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta.
Saat berada di hutan, kita akan melihat secara langsung aneka ragam bio diversity yang ada ada di hutan. Dengan begitu, kita akan dengan mudah mencintai hutan. Bukan tak mungkin, begitu pulang dari hutan kita bisa menjadi salah satu agen perubahan. Berpartisipasi aktif dalam gerakan penyelamatan hutan Indonesia.:-)
Sebagai orang tua, salah satu hal yang saat ini saya lakukan adalah mulai memperkenalkan anak-anak dengan alam sejak dini. Dengan membawa mereka menjelajah hutan sejak kecil, saya berharap mereka pun menjadi lebih dekat dengan alam. Mendengarkan alam, dan menjadi bagian dari alam. Semoga kelak di saat besar mereka turut menjadi bagian dari generasi yang berperan aktif dalam menjaga dan melestarikan hutan.
Mengenalkan anak-anak sejak kecil dengan aktivitas yang mendekatkan pada alam.
3. Menjadi bagian dari gerakan penyelamatan hutan
Ada banyak cara untuk turut terlibat dalam gerakan penyelamatan hutan. Kita tak perlu harus mendaki Gunung Semeru terlebih dahulu agar bisa disebut pecinta alam. Juga tak mesti mengikatkan diri ke pohon besar untuk mencegah penebangan kayu seperti yang pernah dilakukan Chico Mendez saat menyelamatkan hutan Amazon.
Saat ini dengan perkembangan media informasi dan teknologi kita juga bisa terlibat, bahkan bisa dilakukan dari rumah saja. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan turut berpartisipasi dalam gerakan adopsi hutan. Lewat cara ini, kita tak perlu harus datang ke hutan dan mencari sendiri pohon yang akan diadopsi. Langkah sederhana bisa dilakukan dengan mulai berdonasi.
Dengan mengadopsi hutan kita bisa turut menjaga keseimbangan alam. Sebab setiap pohon yang kita adopsi akan sangat berkontribusi dalam menurunkan emisi.
Pohon dan emisi, sumber: Paparan WRI dalam Festival Hari Hutan
Adopsi Hutan: dari Kita untuk Indonesia
Sebenarnya apa sih adopsi hutan itu? Kok terdengar seperti mengadopsi anggota keluarga ya? Hmm yup. Kalau dilihat lebih jauh, menurut saya filosofi di balik gerakan ini memang mirip dengan adopsi keluarga.
Sebagai donatur nantinya kita akan menjadi “orang tua asuh” untuk pohon yang nantinya kita adopsi. Kita memang tak perlu merawat apalagi membawa pohon terpilih ke rumah. Percayakan saja pada masyarakat tempatan di sekitar hutan untuk menjaganya. Tugas kita adalah memberikan donasi agar pohon yang sudah diadopsi tetap berdiri tegak.
Mekanismenya sederhana. Donasi yang kita sumbangkan melalui gerakan adopsi hutan akan digunakan oleh lembaga mitra untuk pemberdayaan masyarakat tempatan di sekitar hutan. Program pemberdayaan itu bisa jadi kompensasi bagi mereka untuk tidak menebang pohon di hutan sebagai sumber ekonomi.
Selanjutnya masyarakat tempatan akan bergotong royong menjaga dan merawat pohon yang sudah kita adopsi. Memastikan pohon tidak ditebang sehingga tetap menjadi bagian dari paru-paru dunia.
“Donasi yang kita berikan lewat adopsi hutan merupakan reward kepada masyarakat yang telah menjaga hutannya dengan baik.”
Program adopsi hutan yang diinisiasi lewat kolaborasi organisasi lingkungan yang tergabung dalam gerakan Hutan Itu Indonesia bisa terlihat dari program yang sudah dijalankan KKI Warsi di wilayah Hutan Adat Rantau Kermas, Provinsi Jambi. Dana yang terkumpul lewat program adopsi dimanfaatkan masyarakat untuk pengembangan desa. Sebanyak 25% untuk kelompok pengelola hutan adat dan sebanyak 75 % untuk masyarakat desa Rantau Kermas.
Pemanfaatan dananya digunakan untuk biaya operasional termasuk untuk patroli, pengkayaan tanaman dalam kawasan hutan adat, kegiatan sosial kemasyarakatan, dan kegiatan lain yang menyeimbangkan fungsi ekonomi dan konservasi dari kawasan hutan adat.
Lalu apa yang didapat oleh kita sebagai pengadopsi hutan?
Secara berkala pengadopsi akan mendapatkan update perkembangan atas pohon yang sudah diadopsi oleh masyarakat. Selain itu juga akan mendapat sertifikat sesuai masa adopsi yang disepakati. Pengelola juga akan mencantumkan nama pengasuh dan keterangan pohon yang telah diasuh dalam bentuk papan nama yang di pasang pada pohon yang di asuh.
Kini, saatnya kita ikut dalam perubahan. Menjadi bagian bagian dari gerakan Adopsi Hutan dengan turut berdonasi melalui KitaBisa.com.
Bermula dari 1, lalu 10, lalu 100. Kini, sejak mulai digaungkan sudah ada lebih dari 1000 pohon adopsi yang tersebar di 10 lokasi hutan, mulai dari Sumatera hingga Nusa Tenggara. Program ini akan terus dikembangkan agar semakin banyak hutan yang terjaga dan semakin banyak pula masyarakat yang berdaya.
Melalui kolaborasi lebih dari 100 organisasi dan gotong royong masyarakat dalam program adopsi hutan bersama Hutan Itu Indonesia saatnya kita menjadi bagian dari perubahan. Menjadikan bumi yang lebih ramah, bumi yang lebih indah, untuk masa depan yang lebih cerah.
Dari kita untuk Indonesia!
🙂
Bener mbak. Hutan dan pohon memang harus dijaga untuk kelestarian dan anak cucu ya. Tulisan yang mengena. Semoga banyak yang ikut kegiatan adopsinya.
amin mas.. iya, semakin banyak yang terlibat menjaga hutan semakin lingkungan kita makin terjaga ya…
Pernah nonton filmnya. Memang bagus banget. Berkualitas dan bisa menjadi penyemangat. Semoga semangatnya untuk menyelamatkan alam terus menular ya. Nice post kak. Ajarin menulis mengalir begini dong kak.
iya film yang menggetarkan kan ya… jadi gemes deh lihat para tuan tanah ya. jua orang yg cuma memanfaatkan isu ligkungan untuk kepentingan pribadi dan sesaat saja. Semoga di indonesia kesadaran kolektif makin besar buat menjaga hutan ya..
Sedang belajar mengurangi tisu, kalo di rumah pakai kain lap. Tapi kalo pergi2 masih pakai tissue. Kemarin beli buku yg bisa dihapus buat si kecil belajar gambar dan nulis. Langkah kecil mengurangi kertas. Terima kasih tulisan inspiratifnya, Mbak. Masih harus banyak mengerem/berhemat nih!
iya mba.. memang masih banyak ya yg harus kita benahi… Saya pun juga masih banyak belajar..
Mbaaaa, sungguh keren dirimu!
Itu yg poto naik perahu (jilbab ijo)?
Mantab jiwa bangettt!
Memang HUTAN harus kita jaga supaya lestari ya
iya mba… Waktu masih agak gendutan ya.. hihi. Jadi rindu menjelajah kampung-kampung dann berinteraksi dengan masyarakat hutan dan adat di Riau lagi..
Dulu waktu sekolah tuh jaga hutan jadi salah satu bab yang dibahas. Saat dewasa kaya gini, tinggal praktek. Kita harus mencintai hutan
yup benar mba…mari bersama menjaga hutan kita…
Masyarakat tradisional kita umumnya miliki kearifan lokal dalam menjaga hutan ya. Sayangnya di sebagian tempat sudah terlupakan namun dengan banyaknya kepedulian yang bermunculan, semoga hutan2 kita membaik kondisinya.
iya mba… sesunggunya kearifan lokal di Indonesia itu amat kaya dan amat menghargai hutan ya…
Kak Iraaa..
Ku kangen tulisan kak Ira yang selalu medalam begini.
Aku juga pernah ikut adopsi hutan, kak…waktu itu gerakannya ke sekolah anak-anak di TK.
Alhamdulillah, kita udunan uang dan berhasil di donasikan.
Semoga semakin banyak yang tergerak untuk ikut berdonasi yaa..
Hutan adalah sumber pangan manusia.
Semoga semakin banyak yang sadar akan pentingnya menjaga dan meregenerasi hutan.
wah seru ya mba.. anak2 udah dilatih untuk peduli dan cinta dengan lingkungan. Semoga semangat untuk adopsi hutannya menjalar sampai besar…
Keren banget! Isu krisis iklim dan lingkungan memang harus terus digaungkan sih agar masyarakat dan pemangku kebijakan makin terdorong untuk menyelamatkan alam. Tulisan ini adalah salah satu upaya yang sederhana namun berdampak. Terima kasih! Keren!
Prinsip sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit juga berlaku pada adopsi hutan ini ya mbak. Mulanya satu pohon lalu berkembang biak jadi 100. Insya Allah tak lama lagi jadi sejuta pohon. Dengan begitu hutan kita akan tetap hijau dan sumber air bagi bumi tetap terjaga
Ada banyak cara ya untuk ikut menjaga kelestarian hutan, salah satu caranya dengan berdonasi 🙂
Kearifan lokal yang ditanamkan sejak kecil sungguh luar biasa. Terima kasih sudah mengingatkan akan pentingnya menjaga kelestarian hutan.
Senang banget deh sekarang ada cara adopsi hutan untuk membantu menjaga hutan Indonesia. Karena memang kita berhak menjaga hutan yang dimiliki oleh Indonesia.
Duh kearifan lokal yang bikin so sweet, menjaga alam dengan cinta.
Adalah udah menjadi tugas kita ya, siapa lagi kalo bukan kita yang menjaga dan melestarikannya?
Mendukung adopsi hutan ini, semoga makin banyak yang sadar akan pentingnya menjaga alam ya.
Semoga makin banyak ya orang yang peduli hutan agar hutan tetap lestari demi masa depan anak cucu kita
Sedih bacanya, kita sudah diambang kehancuran nih karena hutan gundul tapi manusia memang serakah dan mungkin baru berhenti ketika semuanya terlambat huhuhu
menjaga hutan sudah seharusnya menjadi kewajiban kita semua ya mbak, karena hutan warisan untuk generasi masa depan
Menjaga hutan memang jadi kewajiban kita semua ya. Aku lagi berusaha keras buat belajar mengurangi penggunaan kertas dan tissu juga nih.
Air laut makin hari makin naik. Bumi makin hari makin panas karena hutan makin rusak. Sudah sewajibnya kita menjaga kelestarian hutan untuk kelangsungan hidup anak cucu kita kelak.
Bener banget sih ini. Program adopsi hutan ini bagus mba. Jd seakan kita merawat hutan layaknya buah hati ya. Semoga kelestarian hutan Indonesia makin terjaga
Menjaga hutan bagi saya itu penting. Karena adanya hutan suply oksigen terjaga ya. Sedih liat yang bakar hutan itu hiks. Program adopsi hutan ini baru tau, dan hepii banget taunya. Kita bisa menjaga hutan dengan cara yang mudah dan terjangkau.
Semoga usaha adopsi hutan ini kelak tidak ada yang merusak. Semoga semangat positif ini dudukung penuh oleh pemerintah sehingga tidak mengeluarkan lagi konsesi untuk perusahaan-perusahaan sawit dan penebang kayu.
huhu sedih ya mak kalo udah mikirin kondisi bumi kitaaa, semoga semakin banyak yang ambil bagian dalam penyelamatan hutan agar hutan kita tetap terjaga ya maaaak..
Kadang pesan2 orhg tua soal “penunggu hutan” dll itu sebenarnya bagian dari usaha nenek moyang kita utk melestarikan alam/ hutan ya mbak Ira. Soalnya kdng org takut dengan “dunia lain” shg terpaksa mematuhi. Tp itu lbh baik krn kalau gk ada pesan tetua kek gtu yg ada malah makin banyak hutan dirusak seenaknya
Adopsi pohon ini menarik. Semoga semakin banyak ya yg turut mengadopsi agar terjaga kelestarian hutan2 di Indonesia
Di kampung suamiku di Wonogiri juga berkembang kearifan lokal buat menjaga hutan gitu mbak. Ada yang dibalut cerita mistik segala sih, tapi menurutku tujuannya sebenarnya supaya orang2 nggak sembarangan memanfaatkan hutan. Yang boleh diambil disana hanya barang yang sudah jatuh ke tanah.
Saya baru tahu kalau ada yang namanya Adopsi Hutan
Jadi ngerti dan ambil langkah baru lagi untuk menjaga bumi
Bagus banget program adkpsi hutannya. Bergotong royong untuk menjaga dan melestarikan hutan dengan baik secara betsama sama.
Wah, keren ya program adopsi hutan ini. Besarnya donasi sukarela atau sudah ditentukan? Cara mudah untuk berkontribusi menjaga alam ya…semoga semakin banyak yang tergerak untuk berpartisipasi
Waktu denger istilah “adopsi hutan” jadi mikir, emangnya hutan bisa dengan mudah berpindah tangan ya? Eh, ternyata upaya kembali menghijaukan hutan, yang mana hasil hutannya sudah dinikmati sama semua orang.
Bagus nih programnya