Pengalaman Mudik Jakarta-Padang via Lintas Tengah dan Tol Trans Sumatera

 

Road trip Jakarta-Padang melewati jalur Lintas Tengah Sumatera memberi pengalaman dan kesan yang tak terlupa. Menempuh jarak 1480 kilometer dalam waktu 28 jam. 

***

 Mudik Jakarta-Padang menggunakan kendaraan pribadi akhirnya menjadi pilihan kami untuk menjawab rindu ingin bertemu dengan keluarga besar. Anak-anak yang semakin besar membuat kami mulai berpikir untuk mudik dengan pesawat. Yup biasanya kalau mau mudik ke Padang, pilihannya adalah terbang menggunakan burung besi.

Tapi sekarang, saat semua skuad TrioBiza masing-masing sudah wajib membayar tiket penuh untuk sekali penerbangan, rasanya pulang dengan kekuatan full ke Padang menggunakan pesawat menjadi lebih berat. 5 tiket. Bayangkan saja kalau itu adalah peak season seperti penerbangan menjelang dan setelah lebaran. Satu tiket biasanya minimal dibanderol Rp 1,5 juta dari biasanya berkisar di Rp600 ribu.

Bayangkan, Rp1,5 juta x 5 orang x pp. Hasilnya Rp 15 juta untuk terbang pesawat saja. Wow! Bayangkan untuk kebutuhan lain-lainnya. Bisa tekor Bandar kalau harus mudik pakai pesawat lagi. Beda kasus waktu anak-anak masih bayi, bayar tiket cukup setengah harga. 🙂 

Finally. Pilihan mudik ke Padang menggunakan mobil pribadi menjadi pilihan yang paling masuk akal. Dalam hitung-hitungan awal kami memperkirakan untuk perjalanan dari Jakarta-Padang butuh sekitar Rp2.5 juta – Rp3 juta.

 

Perincian kebutuhan Road Trip Jakarta-Padang 

Bensin 3 kali pengisian full

Biaya penyebarangan

Penginapan untuk 2 kali menginap

Biaya makan

Biaya tol

 

Mengenai biaya yang dikeluarkan selama perjalanan, lengkapnya nanti akan saya rangkum di akhir tulisan ya. Teman bisa ikuti dulu perjalanan kami dari etape ke etape.

Baca juga : Menjajal Jalur Lintas Tengah Sumatera Jakarta-Padang dengan Keluarga Kecil

Oiya untuk lama perjalanan secara keseluruhan Jakarta-Padang bisa ditempuh dalam waktu 2 hari 1 malam untuk jarak tempuh sekitar 28 jam.  Itu kalau memilih perjalanan non stop. Sedangkan kami memilih perjalanan hanya di siang hari dengan kecepatan yang santai sehingga waktu tempuh menjadi 3 hari.

Jadi selama di perjalanan kita punya cukup waktu untuk menikmati perjalanan dan mengajak 3 krucils bercerita ini itu biar mereka tidak bosan dan lelah selama perjalanan. Apalagi kami cuma mengandalkan bos daddy sebagai sopir tunggal. 🙂

Kami juga pulangnya ke Padang Panjang, tepatnya ke Batipuah. Upsss, tepatnya ke Tanah Datar karena Batipuah bagian dari Kabupaten Tanah Datar dan bukan Padang Panjang. Berdasarkan Google Maps, jarak tempuh Jakarta-Batipuah adalah 1480 kilometer. Sekarang, setelah tol Trans Sumatera tembus sampai ke Palembang tentu saja waktu tempuh bisa lebih dipangkas.

Well. Ini dia pengalaman mudik kami akhir 2019 lalu.

 

Oiya terakhir 2021 kami juga sudah mencoba mudik via Palembang, tulisannya bisa dibaca terpisah lewat klik link berikut ya.

 

TERBARU : Mudik Jakarta-Padang Lewat Tol Trans Sumatera via Palembang, Ini Cerita Kami

 

Mudik Jakarta-Padang Hari Pertama

Perjalanan kami di akhir tahun itu di awali di subuh hari. Begitu selesai waktu subuh kami bersiap berangkat dari kediaman sementara saat itu di kawasan Sentul, Bogor. Ssstttt, sekarang kami sudah balik Cikarang lagi.

Saya dan suami sengaja berangkat lebih pagi agar bisa menyeberang roro di siang hari. Selepas subuh kami berangkat. Trio DuniaBiza masih tidur. Kami memang sengaja tidak membangunkan supaya mereka masih bisa lanjut tidur di mobil. Membatasi kejenuhan.

Agar anak-anak nyaman, kursi bagian belakang disulap menjadi kamar dadakan. Bagian kaki ditutup dengan karpet dan selimut tinggi sehingga sama datar dengan kursi. Jadi anak-anak masih bisa tiduran di sana. Kalau duduk juga bisa selonjoran.

Meskipun mudik dengan city car yang berkapasitas 5 orang, tetap penting membuat suasana nyaman dan lapang buat anak-anak. Mainan, buku tulis dan peralatan menggambar sudah siap di bagasi belakang. Tentu saja lengkap dengan camilan aneka rupa.

Pukul 06.00 teng kami berangkat. Bismillah, perjalanan di mulai. Memasuki tol Jagorawi kami terus wuss hingga ke Merak. Pagi itu jalanan masih belum terlalu padat, jadi bos daddy bisa melaju pada kecepatan 80-100 km per jam. Sesekali dia kelepasan injak gas lebih dalam, dan biasanya senyum-senyum pas saya ingatkan untuk kembali ke kecepatan normal.

Di perjalanan Jakarta-Merak kami berhenti sekali di rest area d Km 68. Sebenarnya sebelumnya juga ada rest area km 43. Namun, bos daddy terlambar ambil jalur kiri sehingga rest areanya kelewatan. Anak-anak sudah mulai terbangun.

 

Tol Merak-Tanggerang
Peta jalur tol Tanggerang-Merak. foto: Astra

 

Waktu sudah menunjukkan pukul 7.30 Wib saat kami tiba di rest Area. Di sini kami mampir agak lama karena anak-anak perlu cuci muka dan menyelesaikan panggilan alam terlebih dahulu. Suamipun memanfaatkan waktu untuk minum teh hangat dan sarapan.

Merasa cukup rileks, kami melanjutkan perjalanan ke Pelabuhan Merak. Lagi-lagi wusss… jalangan cukup bersahabat. Sekitar pukul 09.00 WIB kami sudah tiba di pelabuhan Merak. Cukup banyak kendaraan yang menunggu antrian penyebarangan.

Karena ini perjalanan darat perdana kami, di pelabuhan saya dan suami sempat agak bingung, harus masuk dermaga yang mana. Rupanya sejak Juli 2019 terdapat dua jenis penyebarangan dari Merak-Bakauheni yaitu penyeberangan eksekutif atau penyeberangan regular. Dermaga kedua penyeberangan ini berbeda.

 

Memasuki Pelabuhan Merak

Berikut perbedaan penyeberangan eksekutif dan penyeberangan regular di pelabuhan Bakauheni

  • Fasilitas
  • Dermaga eksekutif memiliki fasilitas yang relatif lengkap dan cukup mewah. Bangunannya tampak lebih bersih dan dilengkapi berbagai gerai minimarket dan restoran. Ruang tunggu dilengkapi dengan penyejuk ruangan. Selain itu juga ada garbarata untuk menhubungkan penumpang dari dermaga langsung ke badan kapal.
  • Dergama reguler atau biasa tidak dilengkapi pendingin ruangan. Lebih sederhana dan menggunakan bangunan tua. Secara umum, suasananya tidak sebersih saat berada di pelabuhan eksekutif.
  • Beda Kapal
  • Penyeberangan eksekutif hanya didilayani oleh Kapal ASDP. Jadi semua fasilitas dan keamanan sudah terjamin dari pemerintah. Sedangkan bila kita menyeberang menggunakan penyeberangan reguler kapal yang beroperasi tidak hanya milik ASDP tetapi juga dilayani oleh perusahaan penyeberangan swasta.
  • Meski begitu, kedua dermaga sama-sama melayani penyeberangan selama 24 jam non stop
  • Harga tiket
  • Ada rupa ada harga. Yup. Berhubungan kenyamanan dan fasilitas di Dermaga dan penyeberangan eksekutif lebih baik tidak heran bila harga tiketnya pun lebih mahal dibanding bila kita naik dari pelabuhan reguler.

Sejak Juli 2019 tiket kapal dari Pelabuhan Merak Eskekutif Sosoro ke Bakauheni adalah

Tiket orang dewasa: Rp20.000/orang

Tiket anak-anak :15. 000/orang

Mobil : 575.000, termasuk semua penumpang di dalam mobil.

 

  • Berbeda dengan penyeberangan eksekutif, tarif tiket penyeberangan reguler ke Bakauheni adalah :

Orang dewasa dan anak-anak: Rp 15.000/orang

Mobil : Rp 374.000/mobil sudah termasuk penumpang di dalam.

  • Waktu tempuh
  • Waktu tempuh menggunakan penyeberangan eksekutif lebih cepat dibanding penyeberangan reguler. Apabila menggunakan penyeberangan eksekutif, waktu tempuh adalah sekitar 1 jam. Sedangkan bila menggunakan penyeberangan reguler waktu tempuj sekitar 2 jam atau bahkan lebih.
  • Biasanya bila antrian di pelabuhan untuk bersender cukup panjang, maka penyeberangan eksekutif lebih diprioritaskan. Karena itu jangan heran bila untuk menyeberang hingga kapal bersandar bisa menempuh waktu hingga 4 jam.
  • Cara beli tiket
  • Tiket kapal eksekutif bisa dibeli secara online melalui www.indonesiaferry.co.id. Selain itu penumpang juga bisa membeli tiket di rest area 43 tol Jakarta-Merak. Penumpang juga bisa membeli langsung di dermaga. Sedangkan penyeberangan reguler tiket hanya bisa dibeli di dermaga.
  • Untuk penyeberangan menggunakan mobil pribadi dan berlaku juga untuk semua jenis kendaraan saat ini menggunakan sistem e-money. Jadi dari Jakarta siapkan isi e-money yang banyak ya biar cukup untuk bayar tol dan penyeberangan. Untuk uang elektronik, pihak ASDP sebagai pengelola pelabuhan Merak juga menyediakan loket e-money dari Bank Mandiri di gerbang pembayaran.
  • Bila tidak punya e-money jangan khawatir, biasanya di sekitar pintu dermaga ada kios yang menjual e-money. Kita tinggal berlari ke sana dan membeli sesuai kebutuhan. Tapi harus siap untuk keluar lagi dari antrian ya.
Penyeberangan Merak-Bakauheni
Kapal penyeberangan Merak-Bakauheni. Foto: ASDP

Hari itu, karena pelabuhan tidak padat, kami memilih menggunakan penyeberangan reguler. Asumsinya, kapal tidak akan berdesakan dan waktu tunggu tidak akan lama. Setelah membayar sebanyak Rp 374.000 di gerbang menggunakan e-money kami langsung melaju ke dalam. Oleh petugas, kami diarahkan melewati Dermaga IV, mengikuti iring-iringan mobil yang ada di depan.

Beruntung, kami bisa langsung masuk ke kapal, jadi tidak perlu menunggu. Pada pukul 09.00 WIB mobil mungil kami sudah berada di dalam lambung kapal untuk menuju Bakauheni, Lampung.

Anak-anak langsung antusias saat kami menjejak di kapal. Dari pengeras suara terdengar petugas mengumumkan waktu tempuh penyeberangan dari ujung barat Jawa ke ujung timur Sumatera ini selama 2 jam.

Di kapal saya dan suami mencari area yang cukup luas. Anak-anak bisa berselonjor dan bermain. Kami juga memanfaatkan kesempatan di kapal di anak-anak mandi dan berganti baju. Hihi… kalau yang ini memang sudah direncanakan sejak awal  sebab anak-anak memang masih tidur saat kami berangkat.

Setelah mandi dan lebih segar, saya mengeluarkan bekal makan siang yang sudah disiapkan. Kami makan dengan riang gembira. Bagi anak-anak pengalaman makan di kapal menjadi pengalaman baru yang membuat mereka antusias. Sambil sesekali melihat ke jendela dan menyaksikan kapal dari kejauahan. Dan gemericik gelombang tentu saja.

Saya merasa senang berada di kapal penyeberangan saat itu karena suasananya yang bersih dan nyaman. Setelah makan, bos daddy langsung ambil posisi tidur untuk menjaga stamina. Maklum, sebagai sopir tunggal dia harus memastikan tetap fit sampai kami tiba di kampung halaman.

Saya membiarkan suami tidur, sambil mengawasi anak-anak yang sedang bermain. Senangnya saat itu juga ada anak yang sebaya. Mereka segera berbaur dan bermain bersama. Tawa riang memecah suasana.

Oiya di kapal ada beberapa ruangan yang bisa dimanfaatkan penumpang. Ada ruang yang bisa dipakai buat tidur-tiduran, ada juga ruangan yang terdiri dari kursi dan televisi. Saat itu karena suami butuh ruangan yang bisa buat selonjoran dan tiduran kami ada di ruang santai.

Petugas memungut biaya Rp15.000 per orang dewasa dan Rp10.000 untuk anak. Biaya ini sepertinya resmi karena terdapat spanduk besar pada ruangan, juga diberikan karcis oleh petugas. Untuk tarif ini sepertinya berbeda-beda tiap kapal. Tergantung operatornya. Sebab, saat balik ke Jakarta, dari Bakauheni ke Merak, kami sama sekali tidak dipungut biaya untuk ruang santai dan selonjoran. Mungkin karena saat balik kami naik kapal milik BUMN ASDP.  

Untuk penumpang yang ingin suasana lebih pribadi ada juga ruang VVIP yang dilengkapi kasur, kursi sofa dan TV layar lebar dengan harga Rp150.000. Untuk menggunakan ruang VVIP ini dapat menghubungi petugas resepsonis atau penjaga keamanan ruangan.

Pukul 12.00 lewat kami merapat di Bakauheni. Ini lebih lama dari waktu yang diumumkan petugas yang hanya 2 jam. Rupanya kami mengalami keterlambatan karena harus mengantri untuk bisa merapat di pelabuhan.

 

Menjajal Tol Trans Sumatera

 

Brr…., mobil mungil kami meluncur dari kapal. Menjejak kembali di darat. Kali ini kami bersiap menuju jalur lintas tengah via tol. Yup, saat kami mudik akhir tahun lalu, tol trans sumatera sudah beroperasi hingga ke Terbanggi Besar. Sedangkan jalur hingga ke Kayu Agung Sumatera Selatan masih dalam penyelesaian. Kalau mudik sekarang, tentu lebih asyik karena tolnya sudah sampai ke Kayu Agung.

Perjalanan membelah pulau Sumatera kami mulai lewat sedikit dari tengah hari. Begitu turun dari kapal, karena jam istirahat siang, tidak banyak petugas yang terlihat dalam perjalanan mencari gerbang keluar. Meski begitu rambu petunjuk terpampang cukup jelas. Perlahan menyusuri panah petunjuk  serta sejumlah mobil yang lalu lalang akhirnya mobil keluar dari pelabuhan Bakauheni.

Awalnya kami mengira ada jeda antara pelabuhan Bakauheni dengan gerbang tol Trans Sumatera. Kami berharap dapat mengisi kembali bensin sampai penuh sebelum memulai etape panjang ini. Ternyata gerbang tol Bakauheni tepat di pintu keluar pelabuhan. Akhirnya diputuskan perjalanan langsung masuk ke dalam tol dengan penambahan bensin di area istirahat jalan tol.

Perjalanan Bakauheni-Tebanggi Besar pun dimulai. Menurut maps jarak yang harus ditempuh 158 kilometer dengan waktu tempuh 2 jam 15 menit. Nah karena kami merasa waktu tempuhnya masih dalam jangkauan kita pun melaju.

Oiya, sedikit berbagi cerita, tadinya kami punya tiga opsi.

Bakauheni-Tebanggi Besar- Lintas Tengah via kotabumi

Bakauheni-Tebanggi Besar- Kayu Agung- Prabumilih – lintas tengah

Bekauheni – Tebanggi Besar- Kayu Agung- Palembang- Lintas Timur- Jambi- Lintas Tengah

 

Jika skenario menempuh jalan tol sampai Kayu Agung maka kami punya dua pilihan. Berbelok ke Lintas Tengah menuju Prabumulih, atau terus melanjutkan perjalanan ke Palembang dan menginap di sana. engan asumsi etape pertama dapat tembus sampai ke Palembang, maka jarak tempuh ke Padang, menjadi lebih singkat karena cukup 2 hari perjalanan dan satu kali menginap di Palembang.

Namun, karena saat kami mudik jalur trans sumatera yang buka baru sampai Kayu Agung, kami akhirnya fokus untuk keluar di Tebanggi Besar dan lanjut ke Lintas Tengah Sumatera. Rute inilah yang akhirnya kami pilih. Opsi pertama.

Rest Area tol trans sumatera
Rest area masih dalam pengerjaan

Kondisi jalan tol Trans Sumatera ini relatif lancar, belum banyak kendaraan melintas. Jalan tol sepanjang 130 kilometer ini kami lewati dalam 1,5 jam. Di dalam tol, saat kami melintas baru tersedia SPBU Portabel beserta warung dan toilet darurat. Darurat karena hanya terbuat dari terpal-terpal. Sejumlah alat berat sedang bekerja untuk menyiapkan bangunan rest area permanen.

SPBU Portabel hanya menyediakan jenis bahan bakar Pertamax dan Biosolar. Alhasil kami mengisi pertamax seadanya saja. Dari tiga rest area darurat, hanya dua yang masih tersedia bahan bakar ketika kami lewat siang itu. Jadi saran terbaik, pengisian tangki bahan bakar dilakukan sebelum naik ke kapal di pelabuhan Merak, Banten.

Sekitar pukul 03.00 kami sudah tiba di Tebanggi Besar. Selepas tol, kota pertama yang kami kejar adalah Kotabumi. Kami berharap bisa sampai di saat matahari masih terang. Jarak menuju ujung provinsi Lampung itu 52 km dari gerbang tol Tebanggi Besar.

Tol Trans Sumatera
Pertigaan Tol Tebanggi Besar

Menjelang Kotabumi kami berhenti sebentar di warung warga. Anak-anak makan soto untuk memulihkan tenaga. Suami berkesempatan menyegarkan diri dan melonggarkan otot-otot. Setelah berdoa, kami pun mencari SPBU karena sewaktu di tol hanya mengisi pertamax seadanya.

Ok. Tangki sudah penuh perutpun sudah kenyang lagi. Perjalanan pun dilanjutkan. Di Kotabumi kami hanya melintas. Karena matahari masih terang kami memutuskan melanjutkan perjalanan ke kota selanjutnya. Baturaja.

Sepanjang perjalan menuju Baturaja, saya mulai sibuk mencari penginapan lewat beberapa aplikasi pesan hotel online. Mencari rate dan penawaran yang paling menarik. Tapi saya tidak memesan, hanya melihat fasilitas dan lokasi. Menurut saya, lebih baik pesan di tempat, karena kalau hotelnya tidak cocok sesuai ekspektasi kami bisa banting ke hotel lain.

Kota Baturaja dimasuki setelah pukul 19.00 malam. Kami langsung menuju titik hotel yang sudah dipilih lewat maps. Lokasinya tidak jauh dari jalan Lintas Tengah Sumatera. Rupanya hotel berada di dekat mall terbesar di kota kecil itu. Meski begitu kami tidak singgah dulu, langsung memilih beristirahat mengumpulkan energi untuk esok hari.

Gambar kota Baturaja

 

Road Trip Jakarta-Padang Hari Kedua

Ini adalah etape kedua. Kami bangun di subuh hari. Setelah memesan makanan dan sarapan seperlunya, kita bersiap-siap melanjutkan perjalanan. Bagi saya, perjalanan hari kedua ini penuh tantangan. Meski di hari pertama perjalanan menyenangkan dan mengasyikkan, hari kedua ini saya agak sedikit khawatir anak-anak mulai bosan dan capek. Maka amunisi aneka permainan dan camilan segera disiapkan.

Rute tujuan hari kedua adalah Baturaja-Sarolangun. Lumayan jauh sebenarnya. Untuk sampai di Sarolangun perjalanan akan melewati beberapa kota utama.

 

Baturaja – Prabumulih- Muara Enim- Lahat – Tebing Tinggi – Lubuk Linggau – Sarolangun (Jambi)

 

Setelah pukul 07.30 pagi, kami bersiap. Mobil mungil pun melaju mengangkut Trio BiZA yang masih riang gembira. Saya bersyukur anak-anak bisa bekerjasama dan menikmati perjalanan. Sebelum melaju jauh, kami sempatkan belanja buah segar untuk camilan sepanjang jalan. Pak Suami memesan buah jeruk yang ada kesan asamnya untuk dimakan ketika kantuk menyerang.

Dalam etape ini, kami melaju melewati, Baturaja – Tanjung Enim sejauh 110 km, untuk kemudian melaju ke Muara Enim sejauh 18 km. Pada perjalanan ini Google menyasarkan kami. Kami dirujuk untuk memotong jalan masuk ke area kerja Bukit Asam (PTBA). Awalnya sudah agak curiga karena mobil yang melintas makin terbatas. Namun, karena berpikir barangkali si Mbah  sedang mencarikan jalan tercepat kami manut, sekalian dapat wawasan baru tentang situasi dalam area PT Bukit Asam yang terkenal itu.

Tapi ternyata… tara… Google salah. Mobil kami dicegat  petugas pengamanan PT Bukit Asam. Saat ditanya petugas apa kepentingan kami masuk area, suami pasang tampang polos dan bilang apa adanya bahwa kami akan ke Padang dan Google merekomendasikan jalan itu.

Untunglah si Pak pengaman mengerti. Ia mengarahkan kami untuk putar balik dan mengambil jalan raya. Kami membalas dengan ramah dan meninggalkan pak petugas. Di mobil saya dan suami mesem-mesem sembari bertekad, lain kali kalau Google merekomendasikan jalan yang keluar dari jalur lintas utama tak usah diikuti, biar tak cari gara-gara. Hihi, sebabnya kami sama sekali awan dengan jalan yang akan dilewati, jadi akan lebih aman bila tetap mengikuti jalur utama saja.

 Tanda disasarkan oleh Google bagi pengendara yang melewati lintas tengah ini cukup mudah dikenali. Rute yang ditempuh keluar dari jalan Lintas Sumatera yang ramai dan banyak dilintasi kendaraan. Jadi kalau kita sudah merasa berbelok ke arah yang sepi dan tidak lagi dilalui kendaraan besar langsung saja cek ricek peta.

Setelah disasarkan oleh Google ini, kami menyadari perusahaan teknologi dari lembah silikon itu masih kekurangan data terhadap Lintas Tengah Sumatera. Untuk itu kami kemudian mengabaikan saran dari Google jika keluar dari jalan raya.

Bus Mudik
Bus Jakarta-Padang sebagai penanda jalan

Dari Muara Enim, kami memasuki Lahat. Wilayah Lahat selama ini sering menjadi momok bagi pengendara. Cukup deg-degan juga ketika lewat di sini karena jalannya berbelok-belok dan sepi. Ada baiknya memang bagi pemula seperti kami melewati rute ini di siang hari, karena malam pasti akan minim penerangan dan lebih sepi.

Jarak dari Muara Enim ke Lahat sejauh 47 km tidak menemukan kendala berarti. Perjalanan kemudian menuju Lubuk Linggau. Pada kota ini kami kembali memenuhkan tangki bahan bakar. Anak-anak disuapi sup daging pada sore itu. Suami sendiri memilih tidur ketika saya menyuapi Trio BiZA setelah kami berdoa di Mushala SPBU.

Rute ini relatif berkelok-kelok dengan kiri kanan ladang sawit atau karet. Jalan hanya cukup untuk dua mobil besar berpapasan. Dalam perjalanan etape ini kami menemukan dua truk besar terguling karena pengerjaan jalan yang tidak sempurna. Posisi aspal tidak rata dengan bahu jalan membuat truk-truk bermuatan berat itu rawan terbalik. Untuk itu penting menjaga jarak dengan truk besar dalam berkendara.

Pemberhentian kami di SPBU untuk istirahat dan memulai perjalanan di awal hari terlalu siang membuat target sampai di Sarolangun pada waktu langit masih terang tidak dapat tercapai. Kami memasuki kota Sarolangun pada pukul 19.30 an.

Ketika mencari hotel Pada aplikasi pemesanan hotel online, kami merasa kurang pas dengan pilihan yang ada. Akhirnya memutuskan menyisir langsung hotel yang ada dengan menyusuri kota, tentu saja dengan tetap berpatokan pada google maps. Hotel near me. 🙂

 

ilsutrasi: penginapan di perjalanan

Kami memilih hotel yang memiliki parkir, pagar dan petugas keamanan di Sarolangun namun masih berada dalam jalan Lintas Sumatera . Pilihan ini agar tidak was-was selama beristirahat apalagi kami tidak memiliki pengalaman apapun atas kota di Sumatera Selatan itu.

Oiya, selama perjalanan etape kedua ini, anak-anak saya biarkan bermain dulu di pagi hari. Mereka melukis, bermain dan bersenda di kursi belakang. Arsyad sesekali pindah ke depan bersama saya. Sampai sekitar pukul 10.00, kami meminta anak-anak tidur. Harapannya supaya mereka tidak kelelahan dan cepat bosan.

Setelah istirahat makan siang, mereka lanjut lagi main dan bercerita. Penyela waktu, kami main tebak-tevak kata pakai alphabet. Anak-anak selalu senang bila main ABC ini. Tak terasa, waktu bergulir dan perjalanan menjadi tidak terlalu membosankan.

Trio Biza mengisi waktu perjalanan dengan menggambar dan menulis jurnal

Road Trip Jakarta-Padang hari ketiga

Perjalanan hari ketiga dimulai dengan matahari telah terang. Kami baru bergerak meninggalkan hotel di Sarolangun sekitar pukul 07.30 setelah anak-anak rampung sarapan dan suami membersihkan ruang dalam mobil.

Rute hari ketiga adalah

Bangko-Muaro Bungo – Kiliran Jao – Sawahlunto- Solok –Padang Panjang

 

Perjalanan hari ketiga lebih santai karena kami melintasi kota lumayan ramai di Provinsi Jambi. Di Bangko sedang ada pawai menyambut Muharram yang sepertinya dipimpin oleh Wakil Bupati karena ada kendaraan dinas berplat BH 2 xx.

Kota Bangko juga relatif ramai dengan masjid-masjid besar yang memanjakan mata. Kami menikmati kota ini hanya dengan sesapuan mata tanpa berhenti. Perjalanan kemudian berlanjut menuju Muaro Bungo yang masih berjarak 115 kilometer dari titik ini. Sama dengan Bangko, di Muaro Bungo kami hanya menikmati kota dengan sesapuan mata.

Bagian dari provinsi Jambi itu, terlihat lebih tertata dari kota-kota yang dilewati lintas tengah yang berada di Sumatera Selatan. Satu-satunya areal yang cukup rapi di wilayah Sumatera Selatan yang kami lewati Lubuk Linggau.

Di Jambi, jalanan pada rute ini juga relatif datar dengan teman perjalanan truk-truk bermuatan sawit ataupun kendaraan besar membawa mobil. Pada rute ini godaan menekan gas lebih dalam menjadi tinggi, namun dengan rute menanjak yang jalan di baliknya tidak terlihat maka kewaspadaan harus lebih tinggi dengan tidak memaksakan kendaraan melaju.

Dalam perjalanan dari Muaro Bungo ke Kiliran Jao, entah karena tak sabar ingin sampai ke kampung atau karena memang tergoda jalanan yang mulus dan lebar, suami menginjak gas lebih dalam. Di pendakian, saat di depan kami ada truk sawit, suami tergoda untuk mendahului. Ya, memang sepintas jalanan terlihat lengang. Namun, rupanya di atas pendakian langsung disambut penurunan sehingga kami tak bisa melihat keadaan jalanan di baliknya. Walhasil saat kami sedang mendahului truk, tiba-tiba ada CRV putih dari arah berlawanan.

Astagfirullah, hampir saja mobil kami berciuman. Bersyukur pengendara CRV itu cepat tanggap dan membanting mobilnya turun ke bahu jalan sambil tetapi melaju. Alhamdulillah, kami selamat. Berterima kasih pada sopir yang sigap. Sejak itu suami menjadi lebih menahan diri kalau hendak memacu gas lagi. Penguasaan medan yang masih terbatas membuat kami belum terlalu mengenal jalan.

Kampung kami datang, Gerbang batas Sumbar – Jambi.

Sssttt…. Perjalanan terus berlanjut. Kami masuk wilayah Gunung Medan lepas makan siang. Suasana Jambi berpadu suasana Kampuang sudah terasa begitu melintasi area ini. Sebuah rumah makan kampuang dengan merek kebarat-baratan menjadi pilihan. Pasalnya suasana yang dikesankan lebih rapi dan tidak berjejalan dengan kendaraan bus dan truk lintas Sumatera.

Oiya, soal urusan makan ini selama perjalanan kami punya keyakinan untuk lebih memilih rumah makan yang bukan tempat perhentian bus atau truk. Menurut pengalaman, biasanya rumah makan yang biasa saja alias bukan perhentian bus dan truk lebih enak dan lebih bersih. Dan itu memang terbukti sepanjang perjalanan kami.

Setelah Ishoma kami kemudian melintasi kota-kota di Sumatera Barat mulai dari Kiliranjao, Dharmasraya hingga Sijunjuang. Karena hari masih siang, kami kemudian memutuskan berbelok ke Sijunjuang untuk kemudian tembus ke Batusangkar, Tanah Datar.

Keindahan alam di Suamtera Barat yang memanggil untuk pulang

Semula memang berencana menyisir Danau Singkarak. Namun, karena di perjalanan kami melihat ada plank yang menunjukkan arah ke BatuSangkar dari Sijunjuan, kami memutuskan jalur ini. Jarak Sijunjung-Batu Sangkar pun disebut hanya 43 kilometer.

Pertimbangannya, pertama karena waktu itu masih siang dan kami merasa cukup waktu untuk sampai ke Batipuah sebelum malam. Kedua, karena saya dan suami belum pernah melewati rute itu. Jadi sekalian kami menjawab rasa ingin tahu tentang Kampuang halaman. Menambah perbendaharaan wawasan.

Dan ternyata banyak hal yang kami temukan. Bahwa Sijunjung menurut saya, dari segi keseharian dan ekonomi yang terlihat di sesapuan mata, terlihat agak di bawah dibanding kabupaten lain di Sumatera Barat. Penduduknya juga tidak terlalu ramai seperti halnya Padang Panjang atau Bukittinggi.  

Jarak 43 kilometer yang dijanjikan ternyata terasa jadi lama karena jalan yang berkelok dan tidak terlalu bagus. Banyak jalan berlubang sepanjang jalan. Medan berbelok dengan pendakian, banyak kampung dan jalan kecil menjadi tantangan untuk melewati jalur ini. Meski begitu rute ini layak dinikmati karena masih menampilkan suasana kampung-kampung rantau khas Sumatera Barat. Rute ini juga menunjukan tradisi bertanam karet juga ada di wilayah ini.

Akhirnya jelang Magrib kami sampai di rumah, di Batipuah. Disambut makan malam dengan rendang buatan Amak… Oh Hayati, Uda Pulang!

Bergaya di rumah mertua

 

Road Trip lagi

Pengalaman tiga hari dua malam menempuh perjalanan Jakarta-Padang bagi kami cukup membawa kenangan. Apalagi karena kami tidak dalam situasi terburu-buru dan hanya ada satu sopir utama, jadi bisa melakukan perjalanan dengan santai.

Berbeda halnya bila ada dua sopir dan non stop, saya kira perjalanan Jakarta-Padang yang memakan waktu 28 jam itu tentu bisa ditempuh dalam waktu dua hari 1 malam. Hmmm mayan banget kan. Jadi, buat yang pulang konvoi dan ramai tentu akan lebih menyenangkan.

Sesuai perkiraan, untuk perjalanan kami menghabiskan antara Rp2,5 juta-Rp3,5 juta.

Kebutuhan yang besar di antaranya

  • Bayar Tol 

Jakarta – Merak (via Lingkar Luar) Rp63.000

Bakauheni – Tebanggi Besar (140 Km)  – Rp112.500

Penyebrangan Merak – Bakauheni – Rp375.000

Kebutuhan toll via Tebanggi Besar – Kayu Agung, Palembang (185 km) estimasi Rp1000 per km atau kira – kira Rp185.000

 

  • Bahan Bakar

Kebutuhan Bahan Bakar ; rata-rata berdasarkan catatan ecodrive kami menempuh jarak untuk 1 liter bahan bakar 16 km – 16,3 km. Nah untuk rute Jakarta-Padang maka biayanya

: 1480 km / 16 km =  maka estimasi BBM adalah 92 liter.

: 92 liter x Rp7.600

: Rp 699.000

  • Penginapan

Bila menempuh perjalanan seperti kami butuh penginapan dua malam. Estimasi 1 malam Rp 500.000,- Untuk penginapan di Sumatera, rate Rp500.000,- ini sudah bisa mendapat penginapan dengan kualitas sedang. Bila ingin lebih murah masih banyak penginapan yang memasang rate Rp150.000 – Rp 300.000,-

 

  • Makan

Nah urusan makan ini tentu akan sangat variatif jumlahnya. Tergantung selera, dan banyaknya anggota yang harus makan. Ancar-ancarnya sebagai berikut:

  1. Hari pertama: Makan malam saja, (makan siang dibungkus dari rumah) J + 1 makan ringan
  2. Hari kedua : tiga kali makan besar, 1 kali makan ringan
  3. Hari ketiga: Dua kali makan besar (makan malam di kampung halaman)

Dengan asumsi ini maka jumlah makan adalah 6 kali. Bila kita memilih menginap di hotel yang menyediakan breakfast, maka durasi makan menjadi 4 kali.

Pengalaman saya, kurang lebih Rp 1.000.000,- untuk makan selama perjalana. Ini asumsi makan untuk 3 bocah dan dua dewasa.

Nah, kalau perginya dengan dua supir dan memilih perjalanan non stop tentu biaya makan dan biaya penginapan bisa lebih murah. Kelebihan mudik Jakarta-Padang dengan mobil pribadi adalah saat berada di kampung mobilitas kita menjadi lebih fleksibel. Jadi bisa mengunjungi banyak tempat tanpa ribet. Syukur-syukur bisa keliling wisata Sumbar yang aduhai. Rancak Bana!

Selamat bersenang-senang di perjalanan…

 

Oiya, Penglaman terbaru mudik Jakarta-Padang selanjutnya kami mencoba jalur tol trans Sumatera hingga Palembang. Tentu saja dengan beberapa penyesuain. Misalnya untuk membeli tiket kapal yang harus lewat aplikasi dan pengelaman menempuh tol hingga Palembang, Updatenya bisa dilihat dengan klik tulisan  di bawah ini. 

TERBARU : Mudik Jakarta-Padang Lewat Tol Trans Sumatera via Palembang, Ini Cerita Kami

 

Summary
Mudik Jakarta-Padang Lewat Lintas Tengah Sumatera Tol Trans Sumatera
Article Name
Mudik Jakarta-Padang Lewat Lintas Tengah Sumatera Tol Trans Sumatera
Description
Road trip Jakarta-Padang melalui jalur lintas tengah sumatera menjadi alternatif yang bisa dipilih untuk pulang kampuang ke Sumatera Barat. Jarak tempuh 1480 kilometer bisa ditempuh dalam waktu 28 jam
Author
Publisher Name
Dunia Biza Network
Publisher Logo
40 Comments

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *