Begini Cara Konsumen Mengadu Ke Pemerintah Jika Dirugikan Pedagang
|
“Baju lebaran nanti beli online saja ya. Ga kuat harus muter tanah abang lagi.”
“Beli diapers dan susu nanti di e-commerce A saja ya Dek.”
“Ma nanti kita pesan martabak lagi ya.”
“Dek nanti paketnya dijemput sama kurir ke rumah saja ya.”
Hmmm, rasanya sekarang hidup tak bisa jauh dari internet. Apalagi dengan segala macam kemudahan yang ditawarkan. Sedikit-sedikit ngadu ke internet. Tiba-tiba mesin cuci mati, ujungnya lihat tutorial di postingan blog. Mau coba pakai produk baru, kembali melihat tutorial di youtube.
Boleh dibilang tiap hari, hampir seluruh aspek hidup tak ada yang benar-benar bebas dari internet. Untuk mencari info rumah sakit, info sekolah, info perlengkapan rumah dengan mudah didapatkan di internet. Bahkan untuk hal yang bersifat personal seperti panduan shalat sunat, doa-doa lagi-lagi dicari lewat internet.
Tak sekadar mencari informasi, di zaman serba digital orang juga merasakan berbagai kemudahan dan kepraktisan. Termasuk dalam membeli barang dan jasa. Bila selama ini transaksi jual beli barang dan jasa dilakukan secara konvensial lewat pertemuan tatap muka antara pembeli dan penjual, maka sekarang transaksi pun dilakukan secara maya.
Transaksi maya tidak membutuhkan pertemuan langsung penjual dan pembeli. Dasar transaksi biasanya bermodal kepercayaan. Modal kepercayaan inilah yang membuat transaksi jual beli secara online rentan berujung kekecewaan salah satu pihak.
Dari sekian banyak transaksi online, tak sedikit pula yang berakhir dengan penipuan. Misalnya saat pembeli sudah mengeluarkan sejumlah uang namun tidak mendapatkan barang yang sudah dibayar secara online pula melalui sistem transfer.
Saya sering mendengar keluhan dari sejumlah konsumen berkaitan dengan transaksi online ini. Ada yang barang dipesan tak sesuai bayangan, ada yang lama pengiriman melebihi batas maksimal, kualitas yang didapat tak sesuai dengan harga yang sudah dibayarkan, dan ada pula yang merasa tertipu karena membeli barang dengan harga asli tapi justru dapatnya barang palsu.
Besarnya angka penipuan dalam transaksi digital ini sejalan dengan hasil laporan yang diterima Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Sepanjang 2017, YLKI mencatat terdapat 642 pengaduan konsumen dan yang terbesar adalah pengaduan transaksi online yaitu sebanyak 16 persen.
Biasanya, selama ini rasa kecewa akibat salah beli atau tak puas dengan transaksi online ini hanya berakhir di media sosial. Berbeda dengan jual beli secara konvensional di pasar atau toko, seorang konsumen bisa dengan mudah melayangkan keberatan langsung pada pembeli. Sedangkan lewat online, untuk complain pun biasanya hanya tersedia jalur online pula melalui customer sercive. Syukur-syukur kalau direspon.
Bayangkan saja kalau konsumen tak mendapat jawaban atas keluhan setelah berhari-hari, berminggu sampai hitungan bulan. Ujungnya ya terpaksa mengadu di media sosial. Yak an.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan terungkap bahwa hanya 42% konsumen yang mengalami masalah lebih memilih tidak melakukan pengaduan. Alasan yang disampaikan bervariasi. Ada konsumen yang beralasan risiko kerugian yang diterima dinilai tidak besar (37%), tidak mengetahui tempat pengaduan (24%), dan menganggap proses dan prosedur pengaduan lama dan rumit (20%). Ada pula yang beralasan telah mengenal baik penjual (6%) sehingga urung melakukan pengaduan.
Sebenarnya, sama halnya dengan konsumen yang membeli barang secara konvensional, setiap transaksi jual beli yang dilakukan secara online pun juga dilindungi undang-undang. Jadi selama kita membeli barang atau jasa baik secara langsung atau melalui online, pembeli dan penjual harus tunduk pada aturan hukum yang berlaku.
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak diperdagangkan.
Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Karena sudah diatur dalam undang-Undang, maka kedudukan konsumen di mata hukum sangatlah kuat. Konstitusi yang diturunkan melaui peraturan menteri dan aturan turunan lainnya dengan jelas memberikan keistimewaan pada konsumen untuk mendapatkan hasil terbaik.
Konsumen seharusnya bisa menjadi lebih cerdas dalam melakukan transaksi baik yang dilakukan secara online maupun konvensional.
Yap, menjadi konsumen cerdas. Inilah hal penting yang tengah digalakkan oleh Kementerian Perdagangan dua tahun terakhir. Bagaimanapun, cara paling ampuh untuk mencegah terjadinya penipuan adalah memastikan konsumennya tahu dan sadar akan hak dan kewajibannya.
Ayo Menjadi Konsumen Cerdas
Sebenarnya, ikhtiar menjadi konsumen cerdas bukanlah perkara sulit. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sudah memberi panduan tentang itu. Sayangnya, belum semua masyarakat yang menerapkan prinsip konsumen cerdas.
Misalnya ketika tidak mendapatkan pelayanan yang memuaskan saat membeli barang atau jasa, banyak pembeli lebih memilih diam. Padahal konsumen cerdas akan meminta penjelasan dan mengurus kompensasi untuk barang atau jasa yang dibeli tidak sesuai dengan perjanjian.
Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukito, pada peringatan hari konsumen nasional tahun lalu mengatakan konsumen yang cerdas adalah konsumen yang mampu menegakan haknya, melaksanakan kewajibannya, serta mampu melindungi dirinya dari barang atau jasa yang merugikan.
“Konsumen yang cerdas tentunya hanya membeli produk-produk yang sesuai ketentuan dan mengutamakan penggunaan produkdalam negeri. Penggunaan produk dalam negeri yang sesuai ketentuan akan meningkatkan daya saing dan perekonomianbangsa, yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,”
Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukito
Agar bisa menjadi konsumen cerdas, sangat penting bagi kita untuk mengetahui hak dan kewajiban sebagai konsumen.
Apa saja hak dan kewajiban yang harus diketahui konsumen sebagaimana diatur dalam undang-undang?
Hak-Hak Konsumen
- Mendapatkan kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
- Memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
- Memperoleh informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barnag dan/atau jasa.
- Didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
- Mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa secara patut.
- Mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
- Diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
- Mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian.
Kewajiban Konsumen
- Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian barang dan/atau jasa.
- Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
- Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
- Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa secara patut.
Selain mengenal hak dan kewajiban, konsumen cerdas juga harus melakukan sejumlah langkah sebelum membeli barang dan jasa baik secara online maupun konvensional.
Teliti Sebelum Membeli. Sangat penting bagi konsumen untuk mengetahui dengan pasti jenis dan kualifikasi barang dan jasa yang akan dibeli. Karena itu, kita perlu sangat teliti dan berhati-hati. Bila kurang jelas dan ada bagian yang tak dipahami kita perlu bertanya pada penjual. Berdasarkan hal ini, dapat diperoleh gambaran umum atas barang dan jasa yang ditawarkan di pasar.
Perhatikan Label dan Manual Garansi Berbahasa Indonesia. Konsumen harus lebih kritis untuk mengetahui kondisi barang dan jasa, yang ingin dibeli. Khususnya atas barang makanan, minuman, obat dan kosmetik, pastikan dalam keadaan terbungkus yang disertai label.
Dalam label setiap produk yang dibeli harus dicantumkan antara lain komposisi, manfaat, aturan pakai dan masa berlaku. Bila membeli produk telematika dan elektronika, maka harus dilengkapi dengan petunjuk penggunaan (manual) dan kartu jaminan garansi purna jual dalam Bahasa Indonesia.
Pastikan Produk Bertanda SNI. Konsumen harus mulai akrab dengan produk bertanda SNI. Sudah saatnya konsumen memperhatikan produk yang sudah wajib Standar Nasional Indonesia (SNI). Produk bertanda SNI lebih memberikan jaminan kepastian atas kesehatan, kemanan dan keselamatan konsumen, bahkan lingkungan (K3L).
Jangan Abaikan Masa Kadaluarsa Produk. Perhatikan masa kadaluarsa agar berhati-hati terhadap barang yang masuk ke dalam tubuh atau yang digunakan di luar tubuh sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan, keamanan dan keselamatan (K3L) konsumen.
Beli Sesuai Kebutuhan Bukan Keinginan. Budayakan perilaku tidak konsumtif, artinya bukan barang danjasa yang menguasai atau mempengaruhi konsumen, tetapi konsumenlah yang menguasai keinginan untuk membeli barang atau jasa. So, its about need, not want. 🙂
Cintailah Produk Indonesia. Produk buatan Indonesia saat ini sudah tidak kalah dengan produk impor, bahkan sudah banyak produk Indonesia yang go International. Dengan membeli produk asli Indonesia, ekonomi akan berputar di dalam negeri sehingga membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia itu sendiri.
Bagaimana caranya agar terhindar dari penipuan saat berbelanja online?
Yap. Agak berbeda dengan belanja lewat jalur konvensional, belanja lewat online harus ekstra hati-hati. Dalam belanja online konsumen tak bisa langsung mengetahui dan melihat barang yang akan dibeli. Karena itu diperlukan kepercayaan.
Untuk bisa mendapatkan kepercayaan, sangat penting bagi konsumen untuk menjadi konsumen cerdas.
Berikut 5 Hal yang harus diteliti saat berbelanja online
1. Memilih Marketplace
Saat akan berbelanja online melalui marketplace sangat penting bagi konsumen untuk memperhatikan reputasi. Jangan sampai, membeli di marketplace yang memang sering mendapat cibiran. Memang belum tentu semua barang dan jasa yang ditawarkan marketplace tersebut tidak baik, tapi kita juga harus siap-siap kecewa.
2. Rekam Jejak Penjual
Setelah menemukan marketplace yang terpercaya, saatnya memilih penjual. Dalam memilih penjual pun konsumen tetap harus hati-hati. Meski biasanya pengelola sudah menyaring setiap penjual tetapi tidak ada salahnya konsuen ikut double check. Perhatikan hal penting seperti pofile penjual, lihat komen yang terdapat pada lapak penjual, dan perhatikan rating yang diberikan konsumen terhadap penjual tersebut.
3. Barang yang Dijual
Membeli barang secara online memang tidak memberi ruang pada konsumen untuk menimang langsng barang yang akan dibeli. Meski begitu, walau tidak bisa melihat dan memegang barang secara langsung biasanya ada fitur untuk melihat foto barang yang dijual. Perhatikan foto barang dengan seksama. Pastikan spesifikasi barang lengkap dari A-Z. Jika tidak yakin, carilah referensi terlebih dahulu.
4. Perhatikan Harga
Jangan mudah diiming-imingi harga miring. Sebagai konsumen cerdas kita perlu berpikir logis. Bila harga yang ditawarkan sangat jauh di bawah harga pasar, stop. ini adalah pintu awal terjadinya penipuan. Sebaiknya balik kanan saja. Agar tidak mudah tertipu, sebaiknya cari tahu lebih dulu harga resmi dari prodeusesn langsung atau dari beberapa e-commerce.
5. Proses Transaksi
Beberapa pembelian secara online biasanya menyediakan fasilitas Cash on delivery. Bila ada pilihan ini sebaiknya gunakan agar belanja jadi lebih aman. Dan bila barang tidak sesuai dengan perjanjian awal, COD memungkinan konsumen untuk membatalkan transaksi.
Ke mana konsumen harus Mengadu?
Well, itu dia beberapa langkah yang bisa dilakukan agar aman dalam bertransaksi online. Pertanyaanya selanjutnya adalah, bagaimana bila kita tetap menjadi korban baik penipuan atau karena barang dan jasa yang dibeli secara online tidak memenuhi kualifikasi yang diinginkan. Ke mana konsumen harus mengadu?
Sebagai konsumen cerdas, kita juga harus mengetahui beberapa cara yang bisa ditempuh untuk mendapatkan hak sebagai pembeli. Tidak boleh lagi mendiamkan saja atau malah misuh-misuh di media sosial. Saatnya bicara.
1. Langsung pada pelaku usaha
Jika mengalami hal yang tidak menyenangkan atau merasa dirugikan, konsumen cerdas akan menempuh langkah pertama dengan mengadu pada pelaku usaha. Untuk belanja barang atau jasa secara online maka bisa membuat aduan secara online pula. Biasanya, situs belanja online menyediakan layanan telepon atau pesan untuk aduan konsumen.
Manfaat layanan pengaduan ini dan segera buat laporan atau keluhan dengan bahasa yang mudah dimengerti. Setelah itu, bila aduan sudah ditanggapi, konsumen bisa bernegosiasi agar masalah bisa segera diatasi dengan mengganti kerugian yang diderita.
2. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)
Biasanya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat ini berada di tingkat kabupaten dan kota. Manfaatkanlah lembaga ini. Biasanya LPKSM akan memberikan bantuan hukum tanpa biaya.
3. Dinas yang menangani perlindungan konsumen
Ini merupakan saluran ketiga yang bisa dipilih. Pada level yang lebih tinggi bila ternyata keluhan dan aduan yang sudah disampaikan pada pelaku usaha dan LPKSM tidak menemukan titik temu, maka kita bisa membuat laporan ke Dinas terkait di kabupaten/kota. Misalnya ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan kabupaten dan kota.
4. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Badan ini merupakan badan resmi yang bisa diandalkan dalam menyelesaikan kasus kerugian konsumen. Saat ini, menurut data dari Direktorat Jenderal PTKN Kementerian Perdagangan, terdapat 45 BPSK yang tersebar di berbagai wilayan tanah air.
5. Pos layanan informasi dan pengaduan konsumen
Pos layanan ini merupakan pos resmi yang berada di bawah naungan Kementerian Perdagangan. Di sini, konsumen bisa menyampaikan keluhan kapan saja. Jadi siapa saja konsumen yang merasa dirugikan bisa mencoba pos layanan yang bisa diakses melalui
Hotline : (021)3441839
Website : http://siswaspk.kemendag.go.id
E-mail : pengaduan.konsumen@kemendag.go.id
Whatsapp : 0853 1111 1010
Google Play Store : Pengaduan Konsumen
Makin Cerdas dengan Hari Konsumen Nasional
Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya penghormatan terhadap hak dan kewajiban konsumen, Kementerian Perdagangan melalui Ditjen PKTN sudah melakukan berbagai terobosan. Salah satunya dengan memperingati tanggal 20 April sebagai Hari Konsumen Nasional.
Hari Konsumen Nasional (Harkornas) ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 2012 tentang Hari Konsumen Nasional. Aturan ini dibuat dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tanggal 20 April dipilih mengingat tanggal tersebut merupakan tanggal ditetapkannya Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
“Meningkatnya kesadaran konsumen untuk semakin peduli pada hak dan kewajiban akan mendorong munculnya masyarakat yang di dalamnya terdapat konsumen cerdas”
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan,
Syahrul Mamma
Tak hanya untuk meningkatkan pemahaman konsumen akan hak dan kewajibannya, peringatan Hari Konsumen Nasional juga diharapkan akan meningkatkan kesadaran masyarakat akan posisi konsumen sebagai subjek penentu kegiatan ekonomi. Jadi konsumen tak lagi sebatas objek yang tak diperhitungkan.
Peringatan Harkornas juga diharapkan bisa meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencintai produk dalam negeri. Dengan begitu, pelaku usaha akan termotivasi untuk meningkatkan kualitas produk dan jasa. Harkornas akan mendorong tumbuhnya daya saing sehingga masyarakat Indonesia bisa bersaing di pasar global.
Saatnya kita menjadi konsumen yang lebih sadar akan hak dan kewajiban. Menjadi konsumen milenial, konsumen cerdas di era digital. 🙂
***
Iya banget, resiko di online lebih besar daripada ketika belanja langsung, tetapi kadangkala lebih aman di dompet karena kalo belanja langsung, pajak untuk si K dan Abahnya gedhe. HAHAHAHA