Garda Pengawal Harta Negara dan Indikator Peletup Sejahtera

 

“Penyusunan laporan keuangan merupakan tanggung jawab pemerintah, pimpinan entitas dan lembaga dan merupakan kewajiban dan hasil kerja pemerintah dalam mempertanggungjawabkan keuangan negara.”

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan RI

Bapak Moermahadi Soerja Djanegara

***

Dua tahun lebih tak menjejakkan kaki ke Kota Batusangkar, Ibu Kota Kabupaten Tanah Datar membuat saya sedikit pangling. Kota kecil di kaki Gunung Marapi Sumatera Barat ini terlihat makin cantik dan rapi. Pada jalan utama terdapat trotoar dan bunga. Banyak bangunan pemerintahan direnovasi dan adapula yang dibangun baru.

Tak hanya di kota. Geliat pembangunan juga terlihat di kampung-kampung. Gedung pemerintahan Nagari –setingkat Desa- di beberapa tempat terlihat lebih terawat. Jalan-jalan desa sudah dibeton atau disemen. Bahkan, jalan akses menuju sawah keluarga saya di Batipuh, ikut berganti menjadi jalan semen.

Saluran air juga mulai dikelola dengan lebih baik. Bila dulu masyarakat biasa memanfaatkaan pincuran –tempat pemandian umum warga— untuk kebutuhan mandi dan cuci kini hampir setiap rumah kini dialiri saluran air bersih. Saluran irigasi untuk sawah pun juga terkelola.

 

akses jalan yang sudah disemen hingga ke sawah membuat distribusi hasil pertanian jadi lebih mudah, dok pri

 

Berkeliling beberapa daerah di Tanah Datar selama musim liburan kali  membuat saya lega. Kemajuan pembangunan terlihat di hampir semua kecamatan. Saya jadi teringat dengan berita  mengenai Tanah Datar beberapa waktu sebelumnya. Meski merantau ke Jakarta, sesekali saya  masih suka mengintip informasi dari kampung halaman.

Salah satu berita yang menyedot perhatian adalah kabar dari situs resmi pemerintah Tanah Datar berjudul “WTP Keenam Kalinya diraih Tanah Datar.” Dalam berita itu disebutkan bahwa 2017 menjadi tahun keenam bagi pemerintah kabupaten Tanah Datar menerima opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) murni tanpa penjelasan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).

Opini WTP yang diberikan BPK selama enam tahun terakhir menjadi jawaban atas konsistensi pembangunan di wilayah Tanah Datar yang saya rasakan. Ibarat rapor yang diterima siswa SD, penilaian berupa opini yang diberikan BPK menjadi indikator efektif bagi daerah dan instansi untuk berbenah. Apalagi, opini yang disematkan BPK juga berdampak pada beberapa kebijakan lain.

Bagi masyarakat, hal paling penting dari opini yang dikeluarkan BPK adalah adanya pembenahan di berbagai sektor. Muara pembenahan itu berdampak pada percepatan pembangunan dan peningkatan layanan pada masyarakat. Pemeriksaan rutin yang dilakukan setiap tahun oleh BPK, akan mendorong pemerintah daerah bekerja lebih efektif dan akuntabel dalam pengelolaan keuangan.

 

Transformasi, Menjadi Bebas dan Mandiri

 

sumber, Buku saku BPK

Lembaga bernama Badan Pemeriksa Keangan tentu saja bukan hal baru di Indonesia. Ia sudah didirikan sejak 1 Januari 1947. Keberadaan BPK pertama kali ditetapkan oleh Undang Undang Dasar 1945. Pasal 23 ayat (5) UUD menyatakan: “Untuk memeriksa tanggungjwab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang.”

Keberadaan BPK sebagai lembaga negara menjadi lebih kuat setelah konstitusi mengalami beberapa amandemen. Pasal 23E Perubahan Ketiga Undang-undang Dasar 1945 dengan tegas menyebutkan bahwa BPK adalah lembaga independen setingkat presiden. Keberadaan BPK sebagai lembaga mandiri dan bebas juga diatur dengan tegas lewat Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006.

Harus diakui, meski sudah diatur dalam konstitusi peran BPK sempat meredup pada masa lalu. Meski Undang-Undang Dasar menyebut bahwa BPK adalah lembaga setingkat presiden, namun prakteknya pada masa pemerintahan Soekarno dan Soeharto, lembaga ini berada di bawah kendali presiden. Intervensi pemerintah pada masa lalu misalnya terlihat dalam penetapan personil pejabat BPK, dan penentuan anggaran. Begitu juga dengan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.

Sudah jadi rahasia umum bahwa hasil pemeriksaan BPK yang diekspose ke publik bisa berbeda dengan hasil pemeriksaan riil karena sudah disesuaikan dengan kebutuhan pemerintah pusat. Bahkan, hasil pemeriksaan yang sudah dibuat BPK harus mendapat persetujuan istana terlebih dahulu sebelum diserahkan pada legislatif.

Tapi itu cerita lama. Setelah reformasi tak ada lagi cerita intervensi. Konstitusi hasil amandemen  memberi mandat BPK untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara. Kini tugas utama badan pemeriksa adalah memberi pernyataan profesional atau opini terkait informasi keuangan yang diperoleh dalam laporan keuangan pemerintah dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. BPK Kawal Harta Negara

Sebelum menilik bagaimana fungsi dan peran BPK setelah era reformasi, yuk kita intip dulu video mengenal BPK yang diunggah dari akun facebook resmi BPK RI berikut 🙂

 

https://www.facebook.com/humasbpkri.official/videos/340534526411616/

 

Visi
Menjadi pendorong pengelolaan keuangan negara untuk mencapai tujuan negara melalui
pemeriksaan yang berkualitas dan bermanfaat.

Misi

1. Memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara secara bebas dan mandiri
2. Melaksanakan tata kelola organisasi yang berintegritas, independen, dan profesional.

 

Salah satu bentuk kemandirian dan indepensi BPK terlihat dari proses pemilihan pimpinan. Bila dulu pimpinan BPK diangkat oleh presiden atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, maka sekarang pimpinan dipilih dari dan oleh anggota BPK. Laporan hasil pemeriksaan BPK kini juga tak lagi harus dikonsultasikan dulu dengan pemerintah sebelum diserahkan pada legislatif.

Sebagai pemeriksa, tugas utama BPK  adalah melakukan audit. Mengecek apakah penggunaan anggaran sudah sesuai aturan atau belum. Pemeriksaan dilakukan terhadap semua instansi dan lembaga pemerintah meliputi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan Lembaga atau Badan lain yang mengelola keuangan negara.

Selain memeriksa, BPK juga bisa melaporkan adanya indikasi pidana dalam penggunaan uang negara kepada penegak hukum. Makanya jangan heran bila pada hingar-bingar berita di media mengenai kasus korupsi, hasil audit BPK sering disebut-sebut. Sebab selain melaksanakan pemeriksaan rutin tahunan, BPK juga bisa melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu termasuk atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi.

sistem kerja BPK, sumber; Buku Saku BPK

 

Berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2006, pemeriksaan dilakukan sesuai standar meliputi standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan, serta standar pelaporan. Kriteria pemeriksaan  bersumber dari ketentuan peraturan perundangundangan, standar yang diterbitkan organisasi profesi tertentu, kontrak, dan aturan masing-masing entitas objek pemeriksaan yang sudah dikomunikasikan dengan pihak yang bertanggungjawab.

Hasil pemeriksaan selanjutkan akan diuji oleh tim pengendali secara bertahap. Selanjutnya akan diserahkan pada pimpinan BPK yang dirangkum menjadi opini yang menentukan kewajaran laporan keuangan. Opini akhir inilah yang akan disampaikan pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).

Secara teknis, berikut mekanisme pemeriksaan yang dilakukan oleh tim auditor BPK

 

Dalam memberikan opini terhadap Laporan Keuangan, BPK memiliki empat jenis opini.

  1. Wajar Tanpa Pengecualian.

Opini WTP diberikan jika laporan keuangan telah dibukukan dan diungkap secara benar dan wajar dalam semua hal yang material.

2. Wajar Dalam Pengecualian

Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) diberikan jika laporan keuangan telah dibukukan dan diungkapkan secara benar dan wajar, dalam semua hal yang material, namun masih terdapat pengecualian.

3. Tidak Wajar

Opini Tidak Wajar yang menyatakan bahwa laporan keuangan tidak disajikan dan diungkapkan secara benar dan wajar.

  1. Tidak Menyatakan Pendapat

Opini tidak menyatakan pendapat atau biasa disebut disclaimer diberikan jika laporan keuangan tidak dapat diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan. Opini tersebut diberikan apabila BPK selaku auditor tidak yakin dengan laporan keuangan yang diberikan pemerintah atau lembaga.

 

Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan BPK selanjutnya harus ditindaklanjuti oleh pemerintah, pemerintah daerah, kementerian dan lembaga terkait. Sesuai Undang-Undang, bagi kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah yang tidak menindaklanjuti hasil audit BPK bisa dikenakan denda hingga Rp 500 juta.

 

Dalam mempermudahkan pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan, sekarang BPK memiliki aplikasi berbasis web bernama Sistem Informasi Pemantauan Tindak Lanjut (SIPTL). Aplikasi ini dikembangkan untuk mengelola data pemantauan tindak lanjut secara real time antara BPK dengan entitas yang diperiksa.

Manfaat Sistem Informasi Pemantauan Tindak Lanjut (SIPTL) antar lain

  1. Proses monitoring secara real time sehingga meningkatkan kinerja pemantauan Tindak Lanjut (TL)
  2. Meningkatkan partisipasi entitas secara lebih aktif dalam proses pemantauan TL
  3. Early warning diberikan secara otomatis dan berkala oleh aplikasi sehingga mengurangi risiko pidana karena kelalaian menggunakan TL
  4. Kelengkapan dokumentasi dan validitas data terjaga serta kemudahan pencarian dokumen TL
  5. Imbal balik dengan program E-audit.

 

Garda Pengawal Harta Negara

Jajaran pimpinan BPK, sumber foto: instagram @BPKRIOfficially

 

Kemajuan pembangunan yang saya saksikan di Kabupaten Tanah Datar boleh jadi juga dirasakan oleh daerah lain di Indonesia. Apalagi, dari tahun ke tahun, jumlah daerah kabupaten dan kota yang menerima opini Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK makin meningkat. Di Sumatera Barat daerah lain yang juga mendapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian untuk tahun anggaran 2016 adalah Padang Pariaman.

Kehadiran BPK sebagai pemeriksa akuntabilitas penggunaan anggaran pemerintah daerah juga terlihat dari banyaknya kerugian negara yang bisa ditekan. Sesuai Undang-undang, Badan Pemeriksa bisa meminta daerah mengembalikan penggunaan uang yang dianggap tidak tepat dan sehingga merugikan negara.

Berdasarkan data resmi dari BPK, sepanjang 2005-2016, BPK telah berhasil memaksa sejumlah pemerintah daerah mengembalikan asset atau menyetorkan uang senilai RP 14,48 triliun pad akas negara atau kas pemerintah daerah. Nilai ini masih mungkin bertambah karena masih ada Rp28 tirilun lagi hasil pemeriksaan BPK yang belum ditindaklanjuti oleh sejumlah pemerintah daerah.

sumber : Panduan Umum BPK

 

Tak hanya memeriksa laporan penggunaan anggaran pemerintah daerah, sesuai Undang-Undang Dasar, BPK juga mendapat amanah mengawal penggunaan harta negara oleh pemerintah pusat, BUMN, Kementerian dan Lembaga serta institusi lain yang diatur konstitusi. Dari pengawalan itu, sepanjang 2005-2016, kehadiran BPK telah menjauhkan negara dari kerugian akibat penyalahgunaan anggaran.

Selain mengembalikan kerugian negara, pemeriksaan akuntable, independen dan terukur yang dilakukan oleh BPK dalam sepuluh tahun terakhir juga telah meletup semangat pemerintah daerah dan instansi pemerintah untuk bekerja lebih baik lagi. Hal ini terlihat dari peningkatan capaian opini WTP pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) sekitar 70 persen pada 2016.

Capaian opini pada LKPD telah melampaui target kinerja keuangan daerah bidang penguatan tata kelola pemerintah daerah dan peningkatan kapasitas keuangan pemerintah daerah yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019. Pemerintah provinsi yang memperoleh opini WTP berjumlah 91 persen dari target 85 persen, pemerintah kabupaten sejumlah 66 persen dari target 60 persen, dan pemerintah kota sejumlah 77 persen dari target 65 persen.

 

Resume hasil pemeriksaan seperti tercermin dari grafis berikut, menunjukkan pentingnya peran BPK dalam mengawal harta negara.

 

Angka yang sungguh fantastis bukan. Bila satu keluarga miskin membutuhkan Rp 30 juta untuk makan dan membiayai sekolah selama satu tahun, maka uang senilai Rp 70,19 triliun itu bisa menghidupi sebanyak 70 juta keluarga miskin selama 10 tahun plus membangun puluhan rumah sakit, sekolah dan rumah ibadah.

Hasil pemeriksaan terakhir, BPK telah menyelamatkan keuangan negara senilai Rp13,70 triliun pada semester I tahun 2017. Jumlah itu berasal dari penyerahan aset/penyetoran ke kas negara, koreksi subsidi, dan koreksi cost recovery.

Kontribusi BPK pada peningkatan kinerja juga terlihat dengan memberikan 463.715 rekomendasi pada pemerintah, BUMN/BUMD dan Badan Lainnya agar bekerja lebih lebih tertib, hemat, efisien, serta efektif. Dari seluruh rekomendasi tersebut, sebanyak 320.136 rekomendasi atau 69 persen telah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi.

Peningkatan capaian ini tentu saja akan menjadi pelecut semua instansi untuk lebih baik lagi di masa mendatang. Apalagi hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK juga dijadikan tolak ukur dalam memberikan reward kepada daerah, kementerian dan lembaga. Reward yang diberikan misalnya penambahan alokasi dana bagi hasil untuk pemerintah daerah. Sedangkan punishment berupa pemotongan anggaran operasional.

Meski begitu, opini yang diberikan oleh BPK bukanlah tujuan akhir. Ia hanyalah indicator. Peletup bagi pemerintah daearah, kementerian, BUMN dan lembaga untuk bekerja lebih efektif dan lebih akuntabel. Lebih berpihak pada proses dan penggunaan anggaran yang terukur dan untuk kemaslahatan masyarakat luas.

Pada akhirnya, kehadiran BPK sebagai pengawal negara harus mendapat dukungan dari semua pihak. Semoga di usia yang ke-71 tahun ini BPK makin menunjukkan kiprahnya sebagai barometer dalam memajukan negara, menjamin terwujudnya Indonesia Sejahtera. ***

Sumber

  1. Buku Saku, Mengenal Lebih Dekat BPK
  2. Ikhtisar Pemeriksaan Semester 1 Tahun 2017  (link di sini) 
  3. Gambaran Umum BPK RI, (link di sini)
  4. Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Tanah Datar ( Link di sini)

 

 

 

69 Comments

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *