Menari dari Generasi ke Generasi
|Kami terlahir untuk menari. Menari sudah mengalir dalam darah setiap anak di sini.
***
Kabut dan awan hitam menyelimuti Desa Tanon, Ngrawan, Getasan, Semarang, Jawa Tengah saat saya dan keluarga berkunjung pertengahan November 2017 lalu. Udara yang segar, senyum ramah warga menjadi pembuka manis menyambut kedatangan kami.
Di bawah lindungan awan, anak-anak berkeliaran di sepanjang jalan. Ada yang berlarian dan ada pula yang berebut mainan. Sebagian lainnya, bermain di sekitar alun-alun desa. Riuh rendah denting gamelan menjadi musik pengiring yang membuat suasana menjadi hangat.
Saya beruntung. Saat kami datang, warga Desa Tanon sedang diliputi suka cita. Hari itu akan digelar pertunjukan Tari Topeng Ayu untuk menyemarakkan Merti Desa. Merti Desa merupakan tradisi tahunan masyarakat Tanon dalam menunjukkan rasa syukur pada Tuhan dan dijadikan pengingat untuk merawat desa serta sumber-sumber kehidupan yang ada di dalamnya.
Menjelang pukul dua siang, anak-anak berlarian menuju rumah kepala dusun. Rintik hujan mulai membasahi desa.
“Ini pertanda baik. Hujan adalah rezeki yang diturunkan Tuhan untuk bumi. Tugas kami warga desa untuk merawat dusun ini karena kami besar dan dilahirkan di sini,” ujar Pak Parno, kepala Dusun Tanon.
Dusun Tanon, adalah kampung kecil yang terletak di lereng Gunung Telomoyo, bersebelahan dengan Gunung Merbabu. Di sana hidup sekitar 37 keluarga dengan jumlah penduduk tak lebih dari 180 jiwa. Mayoritas masyarakat Dusun Tanon bekerja sebagai petani dan peternak. Mereka tinggal di rumah sederhana yang dibangun di atas tanah warisan keluarga.
Menurut cerita para tetua, masyarakat Dusun Tanon merupakan rumpun keluarga dari Ki Tanonwijoyo yang gemar berkesenian. Sejak dulu, masyarakat Tanon terkenal sebagai masyarakat yang memiliki jiwa seni tinggi. Sebagian besar warga terlibat menjadi pemain ketoprak, penari topeng dan kelompok kerawitan. Jiwa berkesenian itu sudah muncul dan terlihat sejak kecil.
Hampir seluruh penduduk Dusun Tanon bisa menari. Tua, muda, besar dan kecil akan bersemangat setiap kali ada pertunjukan tari. Biasanya warga akan menggelar pertunjukan saat memeriahkan hari besar keagamaan, dan peringatan hari besar nasional seperti tujuh belas Agustus dan Hari Kartini.
Ketika perayaan Merti Desa, juga diadakan pertunjukan. Selain sebagai ajang mempererat silaturahmi, perayaan Merti Desa menjadi ajang bagi anak-anak Dusun Tanon untuk belajar dan menunjukkan kemampuan dalam menari.

Farel adalah salah satu anak Dusun Tanon yang terlibat dalam pertunjukan tari kali ini. Siswa kelas 3 sekolah dasar di Tanon itu terlihat begitu riang gembira menunggu waktu pertunjukan dimulai. Dengan bersemangat ia membiarkan sapuan bedak dan gincu mewarnai mukanya yang kecil.
Kepada saya, Farel bercerita, tak ada yang memaksanya menari untuk pertunjukan. Sejak kecil, ia sudah tertarik setiap kali melihat ada yang menari topeng. Ia spontan ikut berjingkrak kalau melihat pertunjukan tari. Makanya, begitu tahu akan ada pertunjukan ia langsung berminat ikut terlibat.
“Lebih seru menari daripada pelajaran sekolah,” ujar dia malu-malu.
Tak hanya Farel. Anak-anak Dusun Tanon lain juga bersemangat menunggu pertunjukan dimulai. Di belakang rumah Kepala Dusun, mereka sibuk berhias. Remaja yang lebih tua membantu mendandani anak-anak. Yang lainnya menyiapkan perlengkapan karawitan di panggung desa.
Dion, anak sulung kepala dusun yang menjadi pengurus sanggar kesenian mengatakan, hampir setiap anak di Tanon pernah menari atau bermusik. Ia sendiri, sampai kini masih aktif bermain karawitan tradisional. Untuk latihan, biasanya baru dilakukan bila ada rencana pementasan.
Meski sudah banyak yang bekerja sebagai buruh di kota, pemuda Dusun Tanon masih rajin pulang kampung untuk berkesenian. Tri Mulyadi, 21 tahun, adalah salah satu pemuda yang masih aktif menari topeng hingga kini. Meski sudah bekerja pada salah satu perusahaan di Salatiga, ia masih sering ikut pertunjukan.
“Darah seni itu sudah mengalir dalam diri. Sudah panggilan dari hati jadi tak bisa ditinggal begitu saja,” ujar Tri.
Kecintaan masyarakat Dusun Tanon dalam berkesenian makin mendapatkan tempat sejak 2012, ketika muncul gagasan Desa Menari. Gagasan ini dicetuskan oleh Trisno, pemuda desa yang baru menamatkan pendidikan di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Berawal dari keinginan untuk mengangkat derajat ekonomi dan sosial masyarakat, Pria kelahiran 14 Oktober 1981 itu kemudian mengajak pemuda setempat untuk semakin rajin berlatih tari.
Bersama teman-teman ia pun mengagas konsep wisata terpadu, wisata alam dan wisata seni. Wisata ini dikemas dalam tur dan paket wisata. Ada paket sehari, dan ada pula paket tiga hari dua malam. Selama berwisata di Tanon, pengunjung bisa menyaksikan pertunjukan tari, mengikuti berbagai kegiatan seperti menari bersama, dolanan anak, dan outbond.
Udara Dusun Tanon yang sejuk, pemandangan sawah dan kebun dari ketinggian merupakan daya tarik wisata yang memikat. Sambutan warga yang ramah dan guyub membuat suasana hati saat berkunjung ke Tanon menjadi tenang.
Dedikasi Trisno dalam mengembangkan dan memotivasi warga desa mendapat apresiasi dari grup Astra. Pada 2015 ia mendapat penghargaan sebagai sosok inspiratif penerima satu Indonesia Award.
Menurut Pak Parno, sejak dikembangkan menjadi Desa Wisata Menari, kehidupan masyarakat Tanon jauh lebih baik. Penduduk yang biasanya menerima pendapatan dari bertani dan berternak kini bisa mendapat tambahan penghasilan. Ibu-ibu juga bisa mengembangkan kerajinan untuk cenderamata dan membuat penganan tradisional.
Upaya Trisno dan teman-teman dalam mengembangkan Desa Wisata Tanon bukanlah usaha mudah. Meski memiliki potensi wisata seni, budaya dan alam, tak semua masyarakat paham akan konsep desa wisata. Namun, berkat semangat dan keinginan untuk memberikan nilai tambah, lambat laun konsep desa wisata Menari Tanon makin dikenal.
Menurut Pak Parno, sekarang jumlah kunjungan ke Desa Menari Tanon makin banyak. Ada kunjungan rombongan dan adapula yang berkunjung secara mandiri. Penghasilan warga pun meningkat. Ada dari penjualan oleh-oleh, menjadi pemandu, dan ada juga rumah warga yang dijadikan penginapan selama kunjungan.
Pengelolaan secara terpadu tidak hanya memberi manfaat untuk warga. Pembangunan fasilitas publik di dusun pun menjadi lebih cepat. Kini, berkunjung ke Dusun Tanon menjadi lebih menyenangkan dengan fasilitas publik yang terawat.
Menari untuk Negeri

Mbah Suwito, 78 tahun, tetua di Dusun Tanon tersenyum lebar saat saya menghampirinya dan bertanya apakah ia masih bisa menari atau tidak.
“Kami itu penari sejak kecil. Sekarang pun kalau disuruh menari saya masih mau tapi tulang sudah tidak kuat,” ujarnya sambil tertawa kecil. Mbah Suwito menyebutkan ia biasa menari Topeng sejak kecil.
Terlahir menjadi penari, sampai tua pun masyarakat Dusun Tanon masih menikmati kegiatan menari. Kalaupun badan sudah tak lagi muda, mereka bersemangat memberi dukungan pada generasi muda.
Dan kini, semangat berkesenian warga Dusun Tanon makin menyala. Kegigihan dan semangat warga menjaga budaya dan tradisi mendapat apresiasi dari PT Astra Internasional. Sejak November 2016, Astra menetapkan Desa Menari Tanon sebagai Kampung Berseri Astra pertama di Jawa Tengah.
Selain karena memiliki potensi dan keunggulan di bidang wisata dan budaya, Desa Menari Tanon dianggap mempunyai potensi karena punya tokoh penggerak yang akan mendukung program Kampung Berseri Astra.
Kampung Berseri Astra (KBA) merupakan salah satu bentuk kontribusi sosial Astra untuk masyarakat dengan konsep pengembangan terintegrasi empat pilar program tanggung jawab sosial perusahaan yang meliputi pendidikan, kewirausahaan, lingkungan dan kesehatan.
Melalui program Kampung Berseri, Astra turut mendampingi pembinaan seni tari dan karawitan. Sejak ditetapkan, selama setahun terakhir, jumlah kunjungan ke Dusun Tanon tumbuh dengan cepat.
Menurut Pak Parno, dalam setahun terakhir, kunjungan wisatawan sudah lebih dari seribu. Dan pendapatan untuk dusun juga terbilang besar. Bisa digunakan untuk perbaikan fasilitas desa.
Tak hanya di bidang seni, Astra juga memberi penyuluhan dan sosialisasi perilaku hidup sehat. Program ini berdampak positif dari makin bersihnya desa. Tersedianya tempat sampah di beberapa titik, dan sanitasi yang makin baik.
Dan dalam berkesenian, hal yang mambuat masyarakat semakin senang adalah beasiswa pendidikan yang diberikan Astra Internasional Tbk untuk 35 siswa Tanon. Beasiswa itu tak hanya satu tahun , tapi sampai melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Pemberian beasiswa membuat anak-anak Tanon lebih bergairah menyongsong hari depan. Mereka juga semakin bersemangat untuk menari.
“Kalau sudah besar, saya ingin menjadi penari profesional.” ujar Farel.
Yap. Kehadiran Astra di Desa Tanon membuat warga makin yakin hari esok semakin baik. Membulatkan tekad anak-anak untuk terus menari, tanpa takut mengejar mimpi.
🙂
Melestarikan budaya tari sangat penting agar tidak terjadi kepunahan tarian. Eemm.. kalau ada desa menari seperti ini sangat bagus karena generasi yang lebih mudah dapat belajar melestarikan tariannya. Mantap jiwa…
Mantap jiwaa… selain melestarikan, tari juga melembutkan hati sepertinya mas… kami diterima dengan sangat hangat di Tanon. Padahal kami datang tidak dengan rombongan. Diterima bagaikan keluarga dari luar kota yang berkunjung…
Menari adalah kegiatan yang mendarah daging ya mba. Anak-anak santai saja ketika dirias. Semoga program beasiswa untuk anak-anak dusun Tanon semakin banyak dan mimpi mereka wujud.
Aminn… amin… semoga semakin banyak yang peduli dan memberikan dukungan bagi anak-anak yang punya semangat seperti di Desa Tanon. Semoga dengan semangat yang mereka tunjukan, dapat menghadirkan desa desa berdikari lainnya. Juga bukan hanya Astra, namun semakin banyak perusahaan yang mengembangkan dukungan agar desa-desa semakin mandiri…
lucu banget sih liat anak-anak kalo di dandan pas mau nari gini hihi.. tapi hebat ya sudah diajarkan untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia dari kecil salut ! btw salam kenal mba ira 🙂
Iya, apalagi mereka dengan sadar melakukan apa yang mereka cintai… salut dengan pilihan anak-anak desa menari dan lingkungan, baik keluarga maupun instansi sekitar seperti Astra yang mau memberikan beasiswa penuh bagi anak-anak ini
Wah aku baru tahu kalau ada Desa Menari. Seru banget mba dan sangat menginspirasi 🙂
Iya mba… seru.. apalagi lokasinya sangat dekat dengan jalur pendakian Kopeng-Gunung Merbabu… sebelum atau sesudah mendaki, jika tidak buru-buru, bisa istirahan dulu di desa ini…
ah keren nih, kampung berseri astra di sana. Ada balutan budaya lokal yang coba diangkat.. mantap mbak ira
Kampung yang sangat keren mas… berdaya dan menginspirasi sekali kampungnya… semoga kedepan semakin banyak desa yang berseri dan mandiri… apapun jenis keunggulannya…
Oh, gitu ya. Selama ini cuma melihat dari TV saja, anak2 sperti ini. Kadang saya bertanya gimana sih kehidupan mereka. Eh, ternyata ada desanya.
Iya Mba… anak-anak yang mencintai seni, dalam setiap denyut nadinya. Seruuu melihat mereka berubah dari anak2 pemalu menjadi penari yang profesional setelah dirias
keren dan seru, baru ini saya membaca ceritanya. seni dan budaya indonesia sangat beraneka ragam.
Betul mas…. dan tugas kita semua mendukung dan mendorong agar seni dan budaya itu tetap tumbuh dan diwariskan dari generasi ke generasi
Mbak Ira, saya yang orang Semarang aja baru dengar ada desa wisata menari ini. Lokasinya dekat dengan Kopeng ya ? Next kalau mudik, bisa masuk wishlist tempat wisata buat dikunjungi nih
Semoga nanti berkesempatan mampir ya mba. Karena ini desa, penduduknya juga bertani dan berternak mba.. jadi sebaiknya koordinasi dulu dengan tuan tumah kapan waktu mereka ada pertunjukan. Ketika kami ke sana, langkah baik sedang mengiringi karena Desa Tanon sedang menyelenggarakan bersih desa
Waduh kerennya Farrel.. kalau di tempat lain jarang anak cowok yang mau menari dan bercita-cita sebagai penari profesional. Bisa jadi karena di darahnya sudah tersirat darah kesenian ya mbak makanya Farrel dan teman-temannya jadi suka dengan menari.
Saya tuh suka kagum kalau lihat yang masih pada muda punya kegiatan seperti ini. Biar budaya jangan jadi punah
Tulisan ini sudah saya baca beberapa kali. Karena sejak awal saya sudah terpikat dengan tatanan bahasa Mbak Ira. Rapi, cantik dan informatif. Hari ini spesial menjejak di sini. Selamat buat Mbak Ira yang terus menginspirasi untuk menulis di blog. Jangan lelah berbagi 🙂
wah, kalau ga ditulis begini, ga tahu kalau ada kampung menari ini. Bagus banget Astra memfasilitasi desa ini ya.
Btw, selamat ya mba, tulisannya bagus banget
Aku baru berkunjung mbak, tulisannya bagus banget, terstruktur, informatif, aku masih banyak belajar utk nulis kayak gini, selamat ya tulisannya menang
aih, emang cucok deh ceritanya, selamat ya mbak 🙂
Mari menari :))
mereka pernah ga sempat kepikiran untuk bosan menari?
hehe, cma nanya aja 🙂