Mulai Berlaku, Ini 7 Hal dari Revisi UU ITE yang Perlu Kamu Tahu

Revisi UU ITE

Sssst, tahukah temans, mulai Senin, 28 November ini aturan baru mengenai perilaku  di dunia maya mulai berlaku? Aturan itu tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informatika dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

***

Pembahasan mengenai revisi Undang-Undang ITE ini memang berlangsung cukup alot. Ketika masih dibahas di Senayan, pro dan kontra bermunculan.

Ada yang bilang kalau revisi akan semakin membatasi hak kebebasan publik dalam berpendapat di dunia maya. Namun ada juga barisan yang menyatakan bahwa revisi diperlukan agar seluruh arus informasi yang berseliweran di dunia maya lebih terkontrol.

Nah setelah pembicaraan yang serius itu akhirnya, pada 27 Oktober 2016 revisi Undang-Undang ini ketuk palu dan disepakati. Sesuai aturan, maka revisi ini otomatis berlaku paling lama sebulan setelah ditetapkan.

Sebagai pengguna aktif media sosial tentu saja aturan ini sangat berpengaruh pada aktivitas di dunia maya. Karena itu, tak ada salahnya bila kita mengetahui lebih jauh mengenai dampak dan implikasi revisi ini. Jangan sampai tiba-tiba pas pasang status yang kita anggap biasa, eee malah ujungnya kejerat hukum. Ga asyik banget kan.

So, sebenarnya apa saja sih poin penting dari revisi ini yang perlu menjadi catatan. Yuk kita cari tahu lebih lanjut.

 

revisi-uu-ite-baru

 

Berikut  7 hal dari Revisi UU ITE  yang Perlu temans tahu

  1. Tentang hal Multitafsir

Sudah jadi rahasia umum, selama ini UU ITE kerap dijadikan tameng untuk menjerat seseorang ke ranah hukum. Pasal yang sering digunakan biasanya berkaitan dengan urusan pencemaran nama baik. Selama ini, tidak ada penjelasan spesifik mengenai ruang lingkup tindakan pencemaran nama baik sehingga banyak kasus yang dilaporkan atas tuduhan pencemaran nama baik.

Nah dalam revisi pasa 27 ayat 3 disebutkan secara spesifik mengenai perihal pencemaran nama baik ini. Yaitu dengan penambahan penjelasan mengenai ketentuan larangan mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau memungkinkan informasi elektronik yang dapat diakses dan mengandung penghinaan dan/atau pencemaran nama.

Selain itu pada poin berikutnya disebutkan bahwa pasal pencemaran nama baik hanya bisa digunakan sebagai delik aduan, bukan delik umum. Sedangkan unsur pidana dalam ketentuan ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam KUHP.

2. Ancaman Pidana

Revisi UU Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informatika dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menyatakan adanya pengurangan hukuman yang terdiri dari

  1. Pengurangan ancaman pidana penghinaan atau pencemaran nama baik dari pidana penjara paling lama enam tahun menjadi empat tahun. Aturan mengenai denda juga diturunkan dari paling banyak Rp1 miliar menjadi Rp750 juta.
  2. Pengurangan ancaman pidana pengiriman informasi elektronik yang dinilai berisi ancaman kekerasan diturunkan dari sebelumnya 12 tahun menjadi 4 tahun. Selain itu denda maksimal yang dibayarkan juga berkurang dari Rp 2 miliar menjadi Rp 750 juta.

3. Penggunaan Alat Bukti

Revisi Undang-Undang mengamanatkan agar keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai pengaturan dan penggunaan alat bukti terkait kasus pencemaran nama baik segera dilaksanakan. Dalam keputusan MK ini terdapat dua poin utama yaitu

  1. Menetapkan aturan tata cara intersepsi atau penyadapan dalam Undang-Undang bukan lagi dalam Peraturan Pemerintah seperti yang selama ini berlaku Pasal 31 ayat (4). Itu artinya payung hukum yang mengatur mengenai intersepsi atau penyadapan menjadi lebih kuat.
  2. Penambahan penjelasan pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) mengenai keberadaan informasi Elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.

 

sumber foto : Diskominfo Jabar
sumber foto : Diskominfo Jabar
  1. Sinkronisasi Ketentuan Hukum

Selama ini salah satu yang menjadi kendala dalam pengusutan kasus pelanggaran UU ITE adalah adanya tumpang tindih aturan. Dan ini sudah jamak terjadi. Nah, dengan revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informatika dan Transaksi Elektronik (UU ITE) ini dilakukan sinkronisasi ketentuan hukum acara pada Pasal 43 ayat (5) dan ayat (6) dengan ketentuan hukum acara pada KUHAP.

Setelah adanya sinkronisasi maka aturan baru menjadi

  1. Penggeledahan atau penyitaan yang semula harus mendapatkan izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, kini disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.
  2. Penangkapan penahanan yang dulunya harus meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 1×24 jam, juga disesuaikan dengan ketentuan KUHAP.

5. Penguatan peran penyidik

Pada pasal 43 ayat (5) disebutkan dengan tegas mengenai tugas penyidik. Hal ini secara tidak langsung menguatkan peran penyidik dalam penanganan kasus berkaitan dengan pelanggaran UU ITE

  1.  Kewenangan membatasi atau memutus akses terkait dengan tindak pidana teknologi informasi.
  2. Kewenangan meminta informasi dari Penyelenggara Sistem Elektronik terkait tindak pidana teknologi informasi.

6. Hak untuk Dilupakan

Nah ini dia yang menarik. Melalui revisi ada tambahan ketentuan baru mengenai “right to be forgotten” alias hak untuk dilupakan. Aturan ini diatur dalam pasal 26 yang meliputi

  1. Setiap penyelenggara sistem elektronik wajib menghapus konten informasi elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya. Penggunaan hak ini berlaku atas permintaan orang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
  2. Setiap penyelenggara sistem elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan informasi elektronik yang sudah tidak relevan.

So temans, dalam aturan ini sederhananya apabila seseorang tersangkut kasus hukum ia berhak untuk meminta agar hal-hal tak lagi relevan dengan kasus hukumnya untuk tidak dibicarakan dan bahkan dihapus dari jejak di dunia maya.

7. Memperkuat peran pemerintah

Revisi UU ITE ternyata juga berdampak pada penguatan peran negara. Menurut pasal 40 disebutakan bahwa pemerintah harus memberikan perlindungan dari segala jenis gangguan akibat penyalahgunaan informasi dan  transaksi elektronik. Penguatan peran ini meliputi :

  1. Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan informasi elektronik yang memiliki muatan yang dilarang;
  2. Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada penyelenggara sistem elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap informasi elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.

 

Hmm, mayan njelimet juga ya perubahannya. Namun menurut saya revisi ini memberikan garis tegas mana yang bisa dan tidak bisa dilakukan ketika berinteraksi di media sosial.

Semoga saja, lahirnya Revisi UU ini membuat pemberlakuan pasal karet mengenai transaksi informasi dan elektronik yang selama ini menjadi boomerang dalam aktivitas di sosial media dan internet menjadi lebih terang.

Waktunya lebih bijak menggunakan media sosial
Waktunya lebih bijak menggunakan media sosial

Eh tapi apa sih  implikasi nyata revisi ini terhadap kita pengguna aktif medsos?

  1. Menjadi lebih bertanggung jawab

Pemberlakukan beleid baru ini otomatis membuat kita harus lebih bertanggung jawab dan bijak dalam berpendapat, menulis, dan menyebar informasi melalui media sosial dan internet. Misalnya bila memberikan kritik harus didasari dengan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan di hadapan hukum.

Salah satu kasus yang bisa menjadi pelajaran misalnya kasus Bu Yusniar, seorang ibu rumah tangga asal Makasar. Saat ini ia tengah menghadapi persidangan dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara hanya karena memasang status no mention di facebooknya. Dalam statusnya Yusniar menyampaikan kekesalan atas kejadian yang menimpa rumah orang tuanya.

Karena kesal ia lalu memasang status berbahasa makasar di Facebooknya tanpa menyebutkan nama orang yang membuat dia kesal. Nah, di situlah kemudian orang merasa tidak nyaman dengan status itu melaporkan Yusniar ke aparat hukum  atas tuduhan pencemaran nama baik melalui media sosial.

 

  1. Selektif menyaring info

Ada baiknya, setiap informasi apalagi yang bermuatan kebencian dan hasutan temans selalu pastikan dulu info tersebut berasal dari orang pertama. Sebaiknya tidak langsung merespon apalagi membuat status tandingan hanya berdasarkan kutipan tanpa mendengar langsung. ATau kalau hanya mendapat kutipan pastikan berasal dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.

Hmm, untuk kasus ini contohnya adalah penggunaan kutipan dari media. Temans harus pastikan bahwa media yang teman baca adalah media yang sah dan tunduk pada Undang-Undang. Ssstt sekarang banyak lho media yang tak memiliki izin resmi.

 

  1. Lebih berhati-hati untuk repost dan share berbagai konten di medsos

Nah ini dia nih temans. Belakangan seringkali kita ikut menshare berbagai informasi yang beredar di medsos. Karena sekarang sudah ada aturan yang ketat, maka temans perlu lebih berhati-hati. Pastikan dulu bahwa info yang disebar benar, dan dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.

Jangan sampai, karena terdorong emosi dan ikutan menshare sesuatu yang belum jelas kebenarannya ee ujung-ujungnya malah ikutan terjeran revisi UU ITE mengenai pasal pendistribusian informasi elektronik yang mengandung penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

***

 

 

10 Comments

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *