Kota itu Bernama Cirebon

Foto : cirebonkota.go.id
Ini kota yang indah. Kota tempat masa lalu dan masa depan bertemu. Tempat harapan dan impian menyatu.
 
Dua kali mengunjungi Cirebon, dua kali pula saya terkesima. Padahal antara kunjungan pertama dan kedua terpaut dua tahun. Ya, Cirebon, kota elok di jalur Pantai Utara itu, telah memikat saya.
 
 
Banyak hal yang membuat saya terkesan dengan kota ini. Saat kunjungan pertama, pada 2012 lalu, saya terkesan dengan keramahtamahan dan kesantunan masyarakatnya. Di tengah pergeseran nilai-nilai sosial yang terjadi di banyak daerah, warga Cirebon ketika itu tetap menyapa dengan bersahaja.
 
 
Dua tahun kemudian, saya kembali ke Cirebon. Meski sangat singkat, kunjungan kedua itu membuat saya lagi-lagi terpikat. Taman kota, lampu penerangan yang rapi, dan gapura-gapura batu di sepanjang jalan menjadi padu padan serasi yang memanjakan mata. Meski berada sangat dekat dengan pantai, kota dengan ketinggian rata-rata 5 meter di atas permukaan laut itu terasa begitu teduh di hati.
 
 
Cirebon, sejatinya memang kota yang kaya dan memikat. Sejarah mencatat, kawasan ini bahkan pernah menjadi bagian penting dari peradaban Asia Tenggara. Di bawah pemerintahan Raja Cakrabuana, pelabuhan Cirebon, pernah menjadi salah satu pusat perdagangan besar di nusantara.
 
 
Tak hanya maju di bidang perdagangan, Cirebon juga tumbuh menjadi salah satu pusat peradaban baru di tanah Jawa. Kota yang mempertemukan bermacam budaya seperti Jawa, Sunda, Arab, Cina, India, dan Eropa melahirkan warisan budaya yang kaya. Yang paling masyur; Cirebon tumbuh menjadi salah satu pusat perkembangan Islam di tanah Jawa.
 
 
Kini, setelah 646 tahun berdiri, Cirebon menatap masa dengan dengan gagasan menjadi Smart City. Ikhtiar bertransformasi menjadi kota pintar dan layak, tentu saja bukan hal mustahil. Menjadi kota pintar adalah sebuah keharusan bagi Cirebon agar bisa memberi kehidupan yang lebih baik bagi warga.
 
 
Bila dilihat dari satu sisi, Cirebon memang belum semegah Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang dan Makasar yang lebih dulu mengembangkan kota pintar. Meski begitu saya yakin gagasan ini bisa diwujudkan dalam beberapa tahun ke depan. Alasannya, Cirebon memiliki sumber daya yang komplit.
 
 
Secara geografis, Cirebon merupakan salah satu kota penting di pantai utara Jawa. Kota ini menjadi titik temu arus orang dan barang dari tiga kota utama yaitu Jakarta, Bandung, dan Semarang. Cirebon bertumbuh menjadi kota transit baik untuk perhubungan darat maupun laut.
 
 
Untuk menunjang perhubungan darat, terdapat Stasiun Kejaksan yang merupakan stasiun besar yang melayani rute beberapa kota besar. Terminal besar Harjamukti melayani bus ke berbagai kota di Jawa. Sedangkan pelabuhan Cirebon menjadi pelabuhan penting untuk arus barang kebutuhan pokok ke beberapa pulau, dan juga pelabuhan batu bara.
 
 
Berkembang dari kota pelabuhan yang damai, masyarakat Cirebon terbiasa dengan keberagaman. Masyarakatnya juga terbiasa dengan berbagai perubahan dengan tidak meninggalkan identitas awal. Kedinamisan masyarakat Cirebon itu terlihat dari derap pembangunan kota.
 
 
 
Modernisasi wajah kota yang ditandai dengan pembangunan pusat perbelanjaan dan hotel berbintang. Hal itu tercermin dengan padu padan rupa bangunan baru dengan berbagai ornamen khas Cirebon.
 
 
Ya. Cirebon memang daerah yang sangat kaya dengan khasanah wisata. Yang paling menonjol adalah wisata sejarah dan wisata religi. Sisa kejayaan keraton Cirebon kini masih bisa dijumpai seperti keraton Kanoman, dan keraton Kasepuhan. Selain itu jejak penyebaran islam dan peninggalan para sunan seperti masjid Agung Sang Cipta Rasa juga masih terpelihara.
 
 
Tak hanya wisata di darat, birunya laut juga bisa dikembangkan jadi destinasi wisata potensial. Apalagi laut Cirebon belum terlalu tercemar limbah.
 
 
 
Cirebon juga kaya dengan warisan budaya. Kerajinan Batik dengan motif Mega Bendung merupakan yang paling mahsyur. Selain itu aneka kerajinan rumah tangga juga banyak ditemukan di sini. Kulinernya juga kaya. Berbagai macam makanan yang sudah terkenal seantero nusantara berasal dari sini seperti tahu gejrot, es doger, sate kalong, docang, dan aneka makanan lain.
 
 
Segala sumber daya yang dimiliki Cirebon ini tentu saja menjadi modal yang sangat berharga dalam mewujudkan smartcity. Ibarat mutiara, potensi-potensi itu tinggal dirangkai dengan kecakapan yang tepat dari berbagai pihak.
 
 
Pada akhirnya, tujuan berbagai inovasi sebuah kota adalah untuk memberi kehidupan yang lebih baik pada seluruh warga kota. Kota pintar tak melulu tentang infrastruktrur, tetapi tentang membangun kultur untuk masa depan yang lebih mujur.
 

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *