Mari Menjadi Konsumen Cerdas

konsumen cerdas koncer

“Pemahaman yang makin baik dari konsumen akan mendorong terselenggaranya perlindungan konsumen. Dengan begitu pengamanan pasar dalam negeri lebih optimal dan meningkatkan kemampuan pelaku usaha di era MEA.”

Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong

***

GAMBAR tumpukan korek api gas yang ditayangkan salah satu media online tiba-tiba menyedot perhatian saya, Kamis, pertengahan April lalu. Saat itu saya tengah berselancar di internet sembari menemani si sulung dan si bungsu, Bintang dan Zizi, tidur siang.

Korek itu warna-warni. Ada biru, merah, kuning dan hijau. Terikat dalam deretan lima kali sepuluh. Namun, bukan cara pengemasan korek itu yang membuat saya penasaran, melainkan judul artikel yang terpampang di atas gambar. Tak Memiliki SNI, Kementerian Perdagangan Sita Sejuta Korek Api, begitu judul artikel itu.

 

SNI Koncer

Dari info yang saya baca, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tata Niaga Kementerian Perdagangan, Sahrul Mamma, yang turut dalam penyitaan, mengatakan korek gas yang disita di salah satu pusat pertokoan di Jakarta Barat itu berbahaya. Bisa memicu kebakaran. Bila dimatikan apinya tetap menyala.

Tinggi korek dan isi gas juga tak memenuhi standar. Yang paling kentara, korek gas yang disita tak memiliki label Standar Nasional Indonesia (SNI). Duh, saya jadi bergidik membacanya.

Meski hanya benda kecil, korek itu bisa menjadi masalah besar. Saya tak habis pikir bagaimana pabrik pembuat korek api gas itu bisa mengabaikan hal krusial. Apalagi soal keamanan yang berkaitan dengan nyawa dan keselamatan pengguna. Bagaimana bila korek meledak ketika dipakai seorang ibu rumah tangga yang tinggal di kawasan pemukiman padat?

konsumen cerdas Hakornas

Soal penggunaan label SNI, pemerintah memang tengah gencar melakukan sosialisasi dan penindakan. Terutama sejak Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong menerbitkan dua aturan yakni Permendag No.72/M-DAG/PER/9/2015 dan dan Permendag No.73/M-DAG/PER/9/2015. Kedua aturan ini mengatur kewajiban pencantuman SNI dan pencantuman label dalam bahasa Indonesia. Pengetatan dibuat karena masih banyaknya barang yang tak sesuai standar yang diperdagangkan.

Membaca berita penyitaan, tiba-tiba saya ingat dengan korek di rumah kami. Bukan korek gas memang, hanya korek kayu yang dipakai sesekali. Untuk menghidupkan lilin saat mati lampu, atau saat ada yang ulang tahun. 🙂 Saya pun segera beranjak ke dapur dan memeriksa ulang korek itu. Alhamdulillah aman, ada logo SNI di bungkusnya.

Urusan SNI sebenarnya bukan hal baru juga di keluarga kami. Selama ini, saya dan suami mulai membiasakan memperhatikan label SNI pada barang yang kami beli. Pengecekan logo SNI terutama ketika membeli mainan untuk Bintang dan Zizi, perkakas rumah tangga, dan peralatan dapur.

Mainan SNI untuk Bintang dan Zizi
Mainan SNI untuk Bintang dan Zizi

Untuk urusan mainan anak, saya dan suami memang paling nyinyir. Kami berprinsip mainan untuk kedua buah hati haruslah menjamin keamanan, dan kenyamanan mereka. Dengan membeli mainan ber-SNI, Bintang dan Zizi akan lebih terlindungi. Mainan bertanda SNI lebih memberikan jaminan kepastian atas kesehatan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta lingkungan (K3L).

Selain memperhatikan label SNI, saya juga lebih memprioritaskan produksi dalam negeri. Di rumah, mayoritas mainan Bintang dan Zizi diproduksi pengrajin mainan lokal, seperti mainan balok dan kereta kayu yang dibuat di Bogor dan Bandung. Begitu pula dengan puzzle yang menjadi mainan favorit si sulung Bintang.

Saya masih ingat sewaktu membeli balok puzzle, kami ditawarkan produk buatan pengrajin mainan plastik Tanggerang dan mainan impor dari Cina. Dalam pengamatan saya, mainan produksi dalam negeri tak kalah bersaing dengan mainan impor. Pilihan warna, bahan dan ukuran relatif sama. Ditambah lagi buatan perajin Tanggerang sudah dilengkapi label SNI.  Karena itu tak ada alasan untuk tak menggunakan produk dalam negeri.

“Kalau bisa memberdayakan pengrajin lokal, kenapa beli mainan luar.”

Mari Menjadi Konsumen Cerdas

Konsumen CerdasUrusan beli membeli tentu saja bukan sebatas perkara label SNI. Konsumen juga harus selektif dan teliti sebelum memutuskan membeli suatu barang. Misalnya dengan melihat tanggal kadaluarsa, tersedianya informasi memadai mengenai bahan dasar produk, dan keberadaan kartu garansi berbahasa Indonesia dalam setiap produk yang dibeli.

Saya masih ingat pada peringatan hari konsumen nasional tahun lalu, Kementerian Perdagangan sangat aktif menekankan perlunya gerakan bersama dari seluruh konsumen di Indonesia untuk menjadi konsumen cerdas. Konsumen cerdas yang dimaksud yaitu konsumen yang paham akan hak dan kewajiban, mampu menentukan produk yang berkualitas, serta mampu memperjuangkan hak sebagai konsumen.

Menurut saya, supaya bisa menjadi konsumen cerdas, langkah pertama yang harus dilakukan adalah teliti dulu sebelum membeli. Bila ada hal yang kurang diketahui, kita sebagai konsumen bisa langsung bertanya pada penjaga toko, atau menghubungi call center produsen barang yang dibeli.

Kenyataannya, selama ini kebiasaan untuk teliti sebelum membeli ini masih rendah. Berdasarkan kajian tentang persepsi konsumen Indonesia yang dilakukan lembaga Daemeter pada 800 konsumen yang tersebar di seluruh Indonesia sebanyak 71 persen konsumen hanya sesekali membaca tulisan di kemasan. Sedangkan 28 persen hanya membaca label pada saat pertama membeli barang.

Gambar : Survei perilaku konsumen

sumber : Survei Persepsi Konsumen Indonesia 2015 oleh RSPO dan Daemeter
sumber : Survei Persepsi Konsumen Indonesia 2015 oleh RSPO dan Daemeter (diolah)

Rendahnya kesadaran konsumen ini juga tercermin dari survei Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) yang dilakukan kementerian pada pertengahan 2015 lalu. Berdasarkan survei yang dilakukan pada 600 responden di empat kota; Jakarta, Makasar, Medan, dan Surabaya kesadaran konsumen Indonesia yang menggunakan hak dan kewajiban masih sangat kecil. Dari survei, nilai IKK rata-rata hanya sebesar 39.14 dari angka 100.

Sebenarnya, ikhtiar menjadi konsumen cerdas bukanlah perkara sulit. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sudah memberi panduan tentang itu. Sayangnya, belum semua masyarakat yang menerapkan prinsip konsumen cerdas.

Misalnya ketika tidak mendapatkan pelayanan yang memuaskan saat membeli barang atau jasa, banyak pembeli lebih memilih diam. Padahal konsumen cerdas akan meminta penjelasan dan mengurus kompensasi untuk barang atau jasa yang dibeli tidak sesuai dengan perjanjian.

Nah, apa saja sebenarnya hak dan kewajiban kita sebagai konsumen seperti yang diatur dalam undang-undang?

Hak-hak Konsumen:

  1. Mendapatkan kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan jasa.
  2. Memilih barang dan jasa serta mendapatkan barang dan jasa sesuai nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
  3. Memperoleh informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barnag dan jasa.
  4. Didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan.
  5. Mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa secara patut.
  6. Mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
  7. Diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
  8. Mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian.

Kewajiban Konsumen:

  1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian barang dan jasa.
  2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan jasa.
  3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
  4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa secara patut.

Hak konsumen

Ternyata banyak ya hak yang bisa didapat bila kita paham dan bisa menjadi konsumen cerdas. 🙂

Setelah mengatahui hak dan kewajiban, langkah terakhir yang perlu dilakukan adalah selalu penggunaan produksi dalam negeri. Kebiasaan menggunakan produk dalam negeri ini turut mendorong perekonomian nasional karena menyumbang 60 persen pertumbuhan ekonomi nasional.

Mencintai dan selalu menggunakan produksi dalam negeri juga membantu bangsa kita bersaing dalam masyarakat ekonomi ASEAN dengan memastikan kelangsungan hidup produsen dan tenaga kerja di dalam negeri. Nah, untuk lebih memuluskan jalan menjadi konsumen cerdas, kamu bisa mengakses seluruh info yang dibutuhkan ke situs resmi Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tata Niaga Kementerian Perdagangan di alamat ini http://ditjenpktn.kemendag.go.id/

Peringatan hari konsumen nasional merupakan waktu yang tepat bagi kita untuk membiasakan langkah baik menjadi konsumen cerdas, mandiri, dan cinta produk dalam negeri. Muara dari kesadaran untuk berubah menjadi konsumen cerdas ini akan berujung pada peningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan penghargaan terhadap hasil karya bangsa sendiri, serta mengurangi ketergantungan pada produk impor. ***

Tulisan ini diikutkan dalam lomba blog Konsumen Cerdas DJKPTN 2016

logo koncer

 

 

29 Comments

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *