Memilih Pompa Asi yang Nyaman, Elektrik atau Manual?
|Kemarin sore, saat membersihkan dan membongkar lemari piring saya menemukan “senjata lama”. Saya sebut senjata lantaran dulu, dua bulan lalu, saat masih menyandang status ibu bekerja, benda ini menjadi andalan saya untuk mencukupi kebutuhan si kecil. Benda itu adalah seperangkat perlengkapan pompa ASI.
Yup, ibu bekerja yang memiliki bayi dan ikut program ASI eksklusif pasti familiar dengan benda ini. Setiap hari bisa sampai lima kali menggunakannya. Kalau saya dulu setiap hari tiga kali; sebelum berangkat kerja, saat istirahat siang, dan setelah pulang kerja.
Tak hanya untuk ibu bekerja. Pompa ASI juga diperlukan untuk ibu yang sering punya acara. Meski bisa membawa bayi biasanya ada momen yang tidak pas untuk memimikkan si kecil. Makanya pilihan membawa ASI perah menjadi lebih menarik. Apalagi sekarang tak sulit membawa ASI perah ke mana-mana.
Pompa ASI diperlukan untuk memastikan kebutuhan ASI si kecil terpenuhi. Sudah pada tahu kan ya kalau sekarang wajib hukumnya memberikan hanya ASI untuk si kecil sampai berusia enam bulan.
Saat ini di pasar terdapat dua jenis pompa ASI. Ada yang manual dan ada pula yang elektrik. Di rumah, saya punya dua-duanya. Bahkan ada tiga, sebab waktu membeli yang elektrik satu paket dengan pompa manual. 🙂
Mengapa saya punya dua jenis pompa ASI? Apa plus minus kedua jenis pompa ini?
Pompa Manual
Pompa manual merupakan pompa yang pertama saya beli. Alasannya takut sakit. Saya sering mendapat keluhan seperti itu dari teman yang menggunakan pompa elektrik.
Bila menggunakan pompa manual kita bisa mengatur sendiri kekuatan tekanan yang diberikan saat memeras ASI. Selain itu pompa manual cocok buat ibu yang baru belajar memeras atau baru anak pertama. Selain itu pompa manual juga praktis dibawa ke mana saja. Pas acara outdoor tetap bisa.
Sayangnya, menggunakan pompa manual butuh tenaga ekstra. Akibatnya energi jadi tersedot untuk urusan pompa memompa sehingga produksi ASI bisa terganggu. Memang sih teorinya saat memeras itu posisi Ibu harus rileks. Tapi ya bayangkan saja, bagaimana mau rileks kalau tangan sibuk memompa.
Pompa Elektrik
Sesuai namanya, pompa jenis ini menjanjikan kepraktisan. Tinggal duduk manis, siapkan perangkat, colok, lalu syruppp, tetes demi tetes ASI berpindah ke botol.
Selain hemat tenaga, penggunaan pompa elektrik juga bisa menghemat waktu. Bila menggunakan pompa manual saya butuh sekitar 15-20 menit untuk mendapatkan 100 ml ASI dengan pompa elektrik cukup 10 menit saja.
Meski praktis, banyak juga yang mengeluhkan penggunaan pompa elektrik. Yang paling sering soal sedotan kuat, dan bunyi getaran yang keras dari mesin. Ciri pompa yang bergetar ini biasanya mesinnya menyatu dengan botol.
Selain itu, seringkali kalau lagi tidak mood, sedotan yang statis pada pompa elektrik membuat ada rasa ngilu. Hmm.. tapi ya kondisi ini tak akan terjadi kalau sedang rileks dan saat ASI lagi tidak ngambek.
Pompa mana yang lebih baik?
Nah. Pertanyaan ini sebenarnya hanya bisa dijawab oleh masing-masing ibu. Sebab setiap orang kondisinya beda-beda. Sebaiknya sebelum membeli, sempatkan dulu untuk mencoba. Sekarang banyak tempat yang khusus buat penyewaan pompa asi. Beberapa RSIA ada yang menyediakan seperti dulu di RSIA Tambak Jakarta Pusat.
Beberapa toko juga ada yang menyediakan jasa coba sebelum membeli. Misalnya salah sayu toko perlengkapan bayi di Mall Kelapa Gading Jakarta, tapi saya lupa namanya. :-).
Nah, kalau saya memilih pompa ASI elektrik rasa manual. Emang ada?
Ya ada. Jadi pompa jenis ini punya isapan lembut seperti menggunakan pompa manual. Istilahnya silent electrik breastpump. Pada jenis ini mesin pompa biasanya terpisah dengan botol. Tekanan yang dihasilkan pun bisa diatur. Pompa jenis ini tak menimbulkan getaran dan suara berisik seperti lazimnya pompa elektrik.
Mahal gak? Dari hasil perburuan saya waktu itu jenis pompa ini memang lebih mahal dibanding pompa elektrik biasa. Rata-rata harganya di atas Rp1 juta. Apalagi kalau itu keluaran brand keren seperti Pigeon dan Medela. Bahkan ada yang mematok harga di atas Rp3 juta. $_$
Untungnya saya sudah punya bekal. Sebelum ke ITC saya sempat browsing-browsing di internet dan ketemu toko yang menjual Pompa ASI elektrik rasa manual yang saya sebut itu.
Namanya Mosella; Litlle Giant Mossela Brast Pump. Ini bukan iklan ya. Tapi saya sebut mereknya untuk berbagi. Harganya waktu saya beli sekitar Rp500 ribu. Beli satu paket dapat dua lagi ada elektrik dan manual. Setelah dipakai rasanya enak dan nyaman, tak kalah dibanding brand hebat.
Alhamdulillah, kini si sulung Bintang sudah berusia dua tahun dan lulus program HANYA ASI 6 bulan. Sedang si bungsu Zizi hanya meras ASI rasa pompa sampai 4 bulan karena setelah itu saya selalu ada bersamanya. 🙂
Jadi keingetan prilaku yang sama saat Intanku masih bayi, 19 tahun yang lalu, Mba. Saat itu, yang ada hanya pompa manual saja. 🙂 Sekarang jauh lebih enak ya, banyak ‘alat perang’ yang bikin niat terlaksana dengan baik. TFS, Mba. 🙂
iya bunda. yg penting komitmn buat kasih asi eklusif. Meski banyak pilihan klo ibunya malas tetep kasihan si dedek…
aku dlu pakek manual mbak..dah hasilnya
merah merona…
demi dah demii si kecil
Iya mba. Sbenarnya yg paling enak itu peras langsung. Memerah tangan.. 🙂 tapi ya agak capek
wah ternyata alat ginian ada juga yah hehe keren dah….
klo buat yg sibuk ini sangat membantu. 🙂 zaman sekarang semua serba ada sampai urusan kecil pun.
mom lahirannya dlu di Tambak kah? apakah bisa nyoba pompa asi milik Tambak stlh lahiran? sy rencana lahiran di Tambak & belum beli pompa soalnya rencana mau coba sewa dulu, setelah ketemu yg cocok baru beli. 🙂
Iya Moms. Di Tambak nanti ada latihannya juga. Bisa nyoba beberapa jenis pompa, jadi kita bisa nentuin mana yang pas sbelum beli. Dulu sih juga ada klinik laktasi. Jadi walaupun udah pulang masih bisa berkunjung ke klinik laktasi…
Selamat menunggu kelahiran ya… 🙂
Wow! At last I got a weblog from where I can actually take helpful data
concerning my study and knowledge.
Terima kasih maks… Telat bacanya nih , udh beli yg tomme tippee. Management Asinya ada gak maks ?
aku selama ini taunya yang manual aja, soalnya dirumah bulik pakai yang manual.. maisng2 ibu punya pilihan kenyamanan sendiri ya mba
Aku dulu pke manual..sakit e mb..nggak maksimal mnrtku. Elektrik, blm pernah..takut mahal dulu. Trus akhire diperah pke tangan. Bawah taruh mangkok..nunduk..berasa sapi perah lah Merah pke tangan, mlh dapatnya lebih bnyak. Tekanan kepayudara bisa diatur..hi..hi