Serba Serbi Lebaran DuniaBiza: Menjadi Juru Kunci Hingga Migrasi Koboi

 

Lebaran Idul Fitri 2017 ini memberi nuansa berbeda buat DuniaBiza.  Menjadi lebaran tak biasa karena diiringi hal tak terduga. Menjadi lebaran serba pertama.

 

***

Momen idul fitri selalu menjadi momen yang dinanti. Momen yang biasanya menjadi kesempatan buat saya berkumpul dengan keluarga besar. Namun kali ini, semua agak berbeda. Tak ada cerita mudik ke Padang Panjang, Sumatera Barat.

Lebaran lalu kami memang tak berencana mudik. Sesekali ingin menghabiskan libur lebaran di Jakarta. Ditambah lagi saat itu Baby Arsyad baru berusia 4 bulan. Bukan karena usianya yang kecil, saya khawatir bila kami mudik akan sangat riweh karena harus membawa dua bayi, dan satu Balita, yaitu Bintang, Zizi, dan Arsyad bersamaan.

Secara kebetulan, ibu mertua juga tak pulang kampung.  Padahal bisanya, ia selalu berlebaran di kampung suami, Solok, Sumatera Barat. Jadinya kami bias merayakan lebaran bersama di rumah mertua, ibu suami, neneknya anak-anak di Depok.

Meski sudah berencana jauh hari tidak mudik, sepekan menjelang lebaran, rasa rindu akan kampung halaman tetap saja tak bisa enyah dari pikiran. Apalagi libur lebaran kali ini cukup lama dan bertepatan dengan libur kenaikan kelas. Komplek rumah kami di Cikarang menjadi cepat lengang. Apalagi kemudian pemerintah menambah cuti bersama.

 

 

 

Jumat siang, 2 hari menjelang lebaran, praktis gang kami kosong. Dari 30-an rumah yang ada di gang komplek, hanya 6 rumah yang masih terisi. Ada yang memilih mudik di hari terakhir, dan ada juga dua rumah yang memang tak lagi punya kerabat di kampung asal. Jadilah kami menjadi penghuni terakhir.

Di antara kelengangan komplek, hal yang paling terasa adalah sulit memasak. Mau beli apa-apa warung tutup. Tukang sayur apalagi, sudah tak berjualan sejak pekan kedua.  Gang pun menjadi sepi karena gerbang menuju gang ditutup sementara dan komplek memberlakukan system cluster.

Hihii, karena susah mencari bahan baku, saya akhirnya lebih sering membuat  hidangan yang serba praktis seperti kentang goreng, nasi goreng. Ayam goreng tanpa sayur. Untungnya selera makan anak-anak tetap baik.

 

Kabar Kepindahan

Sehari menjelang libur lebaran, kami sekeluarga mendapat kabar mengejutkan. Kamis malam, suami diminta ikut rapat dengan atasannya di kantor. Dan temans tahu apa yang disampaikan Pak Bos.

 

“Kamu mulai bulan depan dipindah ke Semarang Ya.”

 

Wohooo, well. Tiba waktunya kami migrasi lagi. Namun saat itu, pak Bos suami belum memberi tahu kapan waktu kepindahan persisnya. Hanya ada sedikit klue. Bahwa kami akan pindah pada Juli. Saya menduga kami akan pindah pada akhir Juli.

 

momen bersama tetangga di rumah Cikarang

 

Bagi saya dan suami, tugas di luar kota ini adalah hal biasa. Sejak dulu kami memang senang bertualang dan menjelajah. Prinsip hidup kami sederhana saja. Toh mau di kota ini atau di kota itu kita akan sama-sama merantau. Hidup jauh dari keluarga besar. Karena itu kami menyambut kabar itu dengan tenang.

Kabar kepindahan itu menjadi warta yang kami sampaikan kepada sanak saudara selama lebaran. Anal-anak terutama Bintang juga mulai kami beritahu pelan-pelan. Saya tak mau membuat mereka stress bila semua kabar disampaikan tergesa-gesa.

Sambil main, saya sampaikan Bintang nanti habis lebaran kita ke rumah baru ya. Setelah itu taka da pembahasan lagi. Besoknya baru kami sampaikan lagi hal lain. Misal, nanti kita cari sekolah di Semarang ya. Alhamdulilah Bintang fine-fine saja.

 

Lebaran di Rumah Mertua

Sehari menjelang lebaran, kami sekeluarga boyongan ke rumah mertua di Depok. Hihi, meski tidak mudik ke kampung, paling tidak kami juga ikut merasakan nikmatnya mudik dan boyongan menjelang lebaran.

Di Depok, nenek, ibu mertua, menyambut kami dengan suka cita. Anak-anak langsung berlarian menjelajah rumah nenek. Mereka selalu antusias setiap kali kami sampai ke rumah Nenek di Depok. Esoknya ketika takbir bergema di hari fitri kami suka cita bersama. Bintang ikut ke masjid melaksanakan shalat Iedul Fitri bersama dady. Sedang saya menunggu di rumah bersama Zizi dan Arsyad.

Hari yang indah, dipenuhi berkah. Bisa merayakan lebaran bersama. Makan ketupat dan kue lebaran bersama.

Selepas merayakan lebaran di rumah mertua, kami menuju rumah saudara di Senen, Jakarta Pusat. Di sana kami makan ketupat lagi. Asyik. Anak-anak senang. Menjelang sore, kita sekeluarga kembali ke Depok. Bermalam di sana, dan pamit keesokan harinya selepas makan siang.

Migrasi koboi

Libur lebaran berakhir, Senin, 4 Juli 2017, suami mulai bekerja. Pagi hari, ketika suami masih berada di rumah, sekitar pukul 9 lewat, ia mendapat telepon dari kantor.

 

“Nak, kantor meminta kita untuk pindah ke Semarang secepatnya. Sebaiknya maksimal tanggal 7 ini.”

 

Wohooo. Di luar ekspektasi saya. Ternyata waktu kepindahan sudah dekat, sementara urusan kepak mengepak barang belum siap. Kami memang sedikit santai urusan ini. Sebab rencananya, kami tak akan membawa banyak barang. Alasannya, setelah 6 bulan, kami akan kembali ke Jakarta.

Bagaimana dengan rumah? Yap. Bagian ini yang sering ditanyakan keluarga di kampung. Apakah kami sudah mendapatkan rumah untuk ditinggali sesampainya di Semarang.

Officially, kami memang belum menemukan rumah. Namun sejak libur lebaran, saya dan suami sudah mulai berselancar di beberapa situs mencari rumah yang disewakan di Semarang. Sejauh pencarian, lumayan banyak pilihan. Makanya untuk urusan rumah kami relative santai.

Setelah menimang-nimang beberapa pilihan transportasi, akhirnya kami memutuskan berangkat ke semarang naik pesawat. Sedang barang yang mayoritas berisi perlengkapan dan mainan anak-anak kami paketkan lewat kargo. Barang yang relative ringan seperti pakaian, dibawa dengan pesawat.

Yess… Semarang, siap tak siap kami datang. Kams, 6 Juli 2017 kami akhirnya berangkat. Meninggalkan rumah di Cikarang yang belum setahun dihuni. Menuju kota baru, kota yang lebih syahdu.

Berenang, we time dulu sembari menemukan rumah

Sesampai di Semarang kami bermalam untuk beberapa hari di Aston Hotel & Convention  Semarang. Dari sana kami melihat beberapa rumah yang dikontrakan melalui situs online. Bila ada yang cocok, suami langsung survey lokasi. Dan Alhamdulillah, setelah melihat sekitar 5 titik, kami akhirnya menemukan rumah yang nyaman. Rumah yang pas untuk ditinggali selama 6 bulan mendatang.

Saya senang, kami bisa melewati hari-hari penuh kejutan ini dengan damai. Semua berakhir nyaman. Menemukan rumah serba pas. Pas depan rumah ada warung sayur yang lengkap. Sekolah untuk Bintang pun juga tak terlalu jauh. Suasananya pas untuk bermain anak-anak.

Well. Di sinilah kami sekarang. Di Semarang, kota yang akan selalu dikenang. Menjadi bagian dari sejarah panjang DuniaBiza. 🙂

 

 

 

 

 

23 Comments

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *